Selasa, 03 Juni 2008

artikel 5

PEMBELAJARAN BAHASA ARAB
BERBASIS KONTEKSTUAL
Makalah
Disajikan dalam Lokakarya Regional
Strategi Pembelajaran Bahasa Arab
Pada tanggal 11—12 Juni ‏2002
Di Fakultas Sastra UM
Oleh
Muhaiban
UNIVERSITAS NEGERI MALANG (UM)
FAKULTAS SASTRA
JURUSAN SASTRA ARAB
JUNI 2002
PEMBELAJARAN BAHASA ARAB
BERBASIS KONTEKSTUAL
A. PENDAHULUAN
Pendekatan pengajaran dan pembelajaran bahasa asing di Indonesia dari waktu ke waktu mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan pemikiran para ahli pengajaran bahasa. Pada tahun tujuhpulahan para pengajar bahasa asing banyak menerapkan pendekatan audiolingual. Hal itu sesuai dengan amanat kurikulum yang berlaku saat itu. Keadaan tersebut berlangsung sampai tahun sembilanpuluhan. Dengan ditetapkannya kurikulum tahun 1994, yang mengamanatkan penggunaan pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa asing, maka berkembanglah sejak saat itu pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa asing. Penggunaan pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa asing tersebut masih berlangsung sampai sekarang.
Di Indonesia saat ini tengah dikenalkan dan dikembangkan sebuah pendekatan pengajaran dan pembelajaran yang dikenal dengan Contextual Teaching and Learning (CTL). Pengembangan tersebut dilakukan oleh Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.
Pendekatan pembelajaran ini diupayakan untuk dikembangkan dalam rangka menjawab berbagai persoalan pembelajaran. Misalnya, bagaimana cara terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan dalam mata pelajaran tertentu sehingga pebelajar dapat menggunakan dan mengingat lebih lama konsep tersebut. Bagaimana seorang
pengajar dapat berkomunikasi secara efektif dengan pebelajarnya yang selalu bertanya tentang alasan dari sesuatu, arti dari sesuatu, dan hubungan dari apa yang mereka pelajari. Bagaimana cara membuka wawasan berpikir yang beragam dari para pebelajar, sehingga mereka dapat mempelajari berbagai konsep dan mengaitkannya dengan kehidupan nyata (Depdiknas (2002). Itu semua adalah persoalan dan sekaligus tantangan pembelajaran yang menuntut para pengajar untuk melakukan inovasi-inovasi baru dalam pembelajaran. Pendekatan pembelajaran kontekstual dicoba untuk diperkenalkan sebagai salah satu jawaban dari persoalan-persoalan tersebut.
Pendekatan pembelajaran kontekstual ini sebenarnya bukanlah hal baru. John Dewey telah memperkenalkan pendekatan ini untuk pertama kali pada awal abad ke 20 di Amerika Serikat (Depdiknas, 2002:7). Pendekatan ini telah berkembang di berbagai negara maju dengan nama yang berbeda. Di Amerika Serikat pendekatan ini berkembang dengan nama Contextual Teaching and Learning (CTL). Di negeri Belanda berkembang apa yang disebut dengan Realistik Mathematics Education (RME) dalam pembelajaran matematika (Depdiknas, 2002:3).
Sebagai sebuah pendekatan pengajaran dan pembelajaran, CTL dapat diterapkan dalam pengajaran dan pembelajaran berbagai mata pelajaran, termasuk bahasa Arab.
Artikel ini berupaya memaparkan hal-hal yang terkait dengan CTL dan penerapannya dalam pengajaran dan pembelajaran BA.
B. PENGAJARAN DAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu konsep pembelajaran yang membantu pengajar untuk mengkaitkan isi mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi pebelajar untuk membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja (Nur, 2001).
Blanchard (dalam Nur, 2001) menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang erat dengan pengalaman sesungguhnya. Pengajaran dan pembelajaran kontekstual menekankan adanya proses berpikir tingkat lebih tinggi, alih pengetahuan lintas disiplin, pengumpulan, analisis dan sintesa informasi dan data dari berbagai sumber dan pandangan.
Pembelajaran kontekstual bertujuan membekali pebelajar dengan pengatahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan atau ditransfer dari satu permasalahan ke permasalahan yang lain dan dari satu konteks ke konteks lainnya (Depdiknas, 2002:4).
Pembelajaran kontekstual mrupakan konsep yang didukung oleh berbagai penelitian aktual dalam ilmu kognitif dan teori-teori tentang tingkah laku yang secara bersaaama-sama mendasari konsepsi dan proses pembelajaran kontekstual (Depdiknas, 2002:5).
Untuk dapat menerapkan pendekatan pengajaran dan pembelajaran kontekstual ini dengan baik, perlu diperhatikan 6 (enam) unsur kunci dalam pendekatan tersebut (Depdiknas, 2002:11—12). Enam kunci itu adalah sebagai berikut.
Pertama, pembelajaran bermakna. Pebelajar dilibatkan secara aktif dalam pengalama dunia nyata yang dapat memotivasi mereka untuk menghubungkan persepsi, nilai, dan makna pribadi dengan materi yang dipelajari.
Kedua, penerapan pengetahuan. Diupayakan agar pebelajar dapat menerapkan materi yang dipelajarinya dalam tatanan dan fungsi lain pada masa sekarang dan mendatang.
Ketiga, berfikir tingkat lebih tinggi. Pebelajar dilatih untuk berfikir secara kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu issu, atau memecahkan suatu masalah.
Keempat, kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar. Materi pengajaran berhubungan dengan beragam standar lokal, regional, nasional, industri, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dunia kerja.
Kelima, responsif terhadap budaya. Pengajar hendaknya memahami dan menghormati nilai, keyakinan, dan kebiasaan pebelajar, sesama pengajar, dan masyarakat tempat mereka mengajar.
Keenam, penialaian autentik. Perlu diupayakan penggunaan berbagai macam strategi penilaian yang secara valid mencerminkan hasil belajar yang diharapkan dari pebelajar (misalnya penialaian proyek/tugas terstruktur, kegiatan pebelajar, rubrik, daftar cek, atau pedoman observasi).
Dengan uraian tersebut dapat diketahui bahwa pola pembelajaran kontekstual berbeda dengan pola pembelajaran konvensional. Perbedaan tersebut secara umum dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Perbedaan antara pola pembelajaran kontekstual dan konvensional
Kontekstual
Konvensional
Menyandarkan pada memory
Spasial
Menyandarkan kepada hapalan
Pemilihan informasi berdasarkan
Kebutuhan individu individu pebelajar
Pemilihan informasi dilakukan
Oleh Pengajar
Cenderung mengintegrasikan
Beberapa bidang (disiplin)
Cenderung terfokus pada satu
Bidang (disiplin) tertentua
Selalub mengkaitkan informasi
Dengan dengan pengetahuan awal
Yang telah dimiliki pebelajar
Memberikan tumpukan informasi
Kepada pebelajar sampai pada saatnya
Diperlukan
Menerapkan penilaian autentik
Melalui penerapan praktis dalam
Pemecahan masalah
Penilaian hasil belajar hanya
Melalui kegiatan akademik berupa
Ujian/ulangan
(Depdiknas, 2002)
C. STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Untuk menerapkan pengajaran dan pembelajaran kontekstual, telah diperkenalkan beberapa strategi oleh Universitas Washington (dalam Nur, 2001). Berikut ini diuraikan secara singkat strategi tersebut.
1. Pengajaran Autentik
Pengajaran autentik adalah pengajaran yang memungkinkan pebelajar belajar dalam konteks bermakna. Strategi ini mengutamakan keterampilan berfikir dan pemecahan masalah yang merupakan keterampilan penting dalam tatanan kehidupan nyata.
2. Pembelajaran Berbasis Inquiri
Pembelajaran berbasis inquiri ini merupakan strategi pembelajaran yang berpola metode sains. Strategi ini memberikan kesempatan pebelajar untuk belajar dalam suasana penuh kebermaknaan. Suatu masalah diajukan dan metode ilmiah digunakan untuk memecahkan masalah tersebut.
3. Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi pebelajar untuk belajar berfikir kritis dan terampil memecahkan masalah, dan untuk memperoleh pengetahuan dan konsep esensial.
4. Pembelajaran Berbasis Kerja
Pembelajaran berbasis kerja adalah suatu pendekatan pengajaran yang memungkinkan pebelajar menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari isi mata pelajaran berbasis sekolah dan bagaimana isi pelajaran tersebut digunakan dalam tempat kerja.
Sementara itu, Blanchard (dalam Nur, 2001) mengemukakan 6 (enam) strategi CTL yaitu: (1) penekanan pada pemecahan masalah, (2) kesadaran mengenai perlunya dilakukan kegiatan pengajaran dan pembelajarn dalam berbagai konteks seperti rumah, masyarakat dan tempat kerja; (3) pembimbingan pebelajar untuk memantau dan mengarahkan pembelajaran mereka agar mereka dapat belajar secara mandiri, (4) penekanan pada pembelajaran dalam konteks kehidupan pebelajar yang berbeda-beda, (5) dorongan kepada pebelajar untuk belajar dari dan bersama teman-temannya, (6) penggunaan penialaian autentik
Sementara itu, untuk menerapkan pembelajaran kontekstual, Center for Occupational Research and Development (CORD) (dalam Depdiknas, 2002) mengenalkan 5 strategi pembelajaran yang disingkat REACT, yaitu: (1) Relating, maksudnya adalah belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata, (2) Experiencing, yaitu belajar ditekankan kepada penggalian (eksplorasi), penemuan (discovery), dan penciptaan ( invention); (3) Applying, yaitu belajar di mana pengetahuan dipresentasikan di dalam konteks pemanfaatannya, (4) Cooperating, yaitu belajar melalui konteks komunikasi interpersonal dan pemakaian bersama, (5) Transfering, yaitu belajar melalui pemanfaatan pengetahuan dalam situasi dan konteks baru.
D. PENILAIAN DALAM PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Seperti telah dikemukakan di muka, penilaian dalam pembelajaran kontekstual didasarkan pada penilaian autentik, yaitu penilaian melalui penerapan praktis dalam pemecahan masalah. Pola penilaian dalam pembelajaran kontekstual ini, sebagaimana juga tampak dalam tabel 1, berbeda dengan penilaian dalam pembelajaran tradisional atau konvensional. Dalam strategi penilaian pembelajaran kontekstual tidak dikenal kriteria benar atau salah. Pokok permasalahn penilaian pembelajaran kontekstual ini terletak pada kemampuan pengajar memilih cara penilaian untuk menentukan apa yang telah pebelajar ketahui dan apa yang dapat dia lakukan. Suatu alat ukur atau strategi penilaian dalam pembelajaran kontekstual dapat dikatakan baik apabila memempunyai kaitan yang signifikan dengan tujuan dan dampak nyata dari materi pelajaran. Penilaian autentik dengan demikian adalah penilaian yang dapat mengukur penerapan pengetahuan di dalam berbagai konteks autentiks.
Penilaian autentik bertujuan untuk menyediakan informasi yang benar dan akurat mengenai apa yang diketahui dan dapat dilakukan oleh pebelajar, atau tentang kualitas program pendidikan. Penilaian mengenai apakah pengetahuan dan keterampilan telah dipelajari dengan baik, termasuk juga penilaian mengenai pemanfaatannya dalam konteks kehidupan nyata yang bermakna (Depdiknas, 2002).
Berdasarkan pengertian dan kriteria penilaian pembelajaran kontekstual yang telah diuraikan, maka strategi penilaian yang cocok tampaknya merupakan gabungan antara berbagai teknik penilaian berikut (Depdiknas, 2002).
Pertama, penilaian kinerja. Penilaian ini dikembangkan untuk mentes kemampuan mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan pebelajar pada berbagai situasi nyata dfan dalam konteks tertentu. Penilaian kinerja ini dapat berbentuk pertanyaan terbuka atau pilihan ganda. Penilaian ini dapat berupa membaca, menulis, proyek, proses, pemecahan masalah, tugas analisis, atau tugas-tugas lain yang memungkinkan pebelajar mendemonstrasi-kan kemampuannya untuk mewujudkan tujuan dan dampak nyata tertentu.
Kedua, obervasi sistematik. Penialaian ini bermanfaat untuk memperoleh informasi tentang dampat nyata kegiatan pembelajaran terhadap sikap pebelajar. Secara berkala pebelajar diobservasi dan hasilnya dicatat untuk menginterpretasikan apakah petunjuk pebelajar sesuai dengan tujuan dan dampak nyata pembelajaran yang telah ditentukan.
Ketiga, portfolio. Portfolo adalah kumpulan berbagai keterampilan, ide, minat, dan keberhasilan atau prestasi pebelajar selama jangka waktu tertentu (Hart, 1994 dalam Depdiknas, 2002) yang memberikan gaambaran perkembangan pebelajar setiap saat. Portfolio tidak selalu dalam bentuk tulisan. Pebelajar yang memiliki keterbatasan dalam menulis dapat menyampaikan hasil belajarnya dengan menggunakan gambar, model fisik atau alat peraga.
Keempat, jurnal sains. Jurnal sains merupakan media bagi pebelajar untuk merefleksikan atau mengkaitkan pemikirannya dengan pemikiran sebelumnya. Dengan jurnal pebelajar dapat menuliskan ide-ide, minat, dan pengalaman yang didapatnya selama proses belajar.
E. PEMBELAJARAN BAHASA ARAB BERBASIS KONTEKSTUAL
Untuk dapat menerapkan pendekatan pembelajaran kontekstual dengan baik, pengajar bahasa Arab terlebih dahulu perlu memahami konsep pembelajaran kontekstual tersebut. Konsep yang dimaksud meliputi pengertian, tujuan, prinsip-prinsip pembelajaran, strategi, dan sistem evaluasi pembelajaran. Dengan pemahaman yang baik mengenai konsep pembelajaran tersebut, pengajar tidak akan terjebak pada pembelajaran konvensional atau tradisional yang banyak mewarnai pembelajaran di dalam kelas selama ini.
Setelah konsep pembelajaran kontekstual tersebut difahami dengan baik, agar pembelajaran dapat dilaksanakan dengan efektif, pengajar hendaknya melakukan langkah-langkah seperti diuraikan berikut ini.
1. Telaah Konsep Materi Pembelajaran
Sebelum pengajar memulai proses pembelajaran, baik di dalam maupun di luar kelas, pengajar hendaknya terlebih dahulu menelaah konsep atau teori yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari oleh pebelajar. Materi yang akan dipelajari oleh pebelajar tersebut secara umum telah tergambar pada kurikulum. Pengajar perlu mencermati materi tersebut dari sisi konsep atau teori. Dengan pemahaman yang baik tentang konsep materi pelajaran, pengajar akan mempunyai gambaran mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan selanjutnya seperti pemilihan materi pembelajaran, penetapan metode dan pendekatan pembelajaran, penentuan media atau alat bantu pembelajaran, strategi yang akan dipilih dalam pembelajaran, dan bentuk evaluasi yang akan digunakan.
Sebagai contoh, guru bahasa Arab di SMU dan MA dapat menelaah konsep materi yang relevan untuk disajikan dengan pendekatan kontekstual tersebut melalui pokok bahasan atau tema dan anak tema yang telah tertuang dalam GBPP. Materi pembelajaran bahasa Arab di kedua sekolah tersebut, dilihat dari Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) nya, tidaklah berbeda.
GBPP bahasa Arab kurikulum SMU dan MA program bahasa Arab tahun 1994 disamping menyajikan tema dan anak tema, telah pula memuat keterampilan fungsional dan contoh-contoh ungkapan komunikatif yang harus dikuasai pebelajar. Sebelum pengajar menerapkan pembelajaran kontekstual di dalam kelas, teori mengenai tema, anak tema, dan keterampilan fungsional tersebut hendaknya telah benar-benar dikuasai oleh pengajar.
Pengajar bahasa Arab di perguruan tinggi dapat menelaah konsep materi yang relevan untuk disajikan dengan pendekatan kontekstual tersebut melalui deskripsi mata- kuliah yang biasanya menjadi lampiran kurikulum. Materi tersebut juga dapat dilihat pada pokok bahasan yang telah tertuang dalam GBPP.
2. Pemahaman Latar Belakang Pebelajar (Siswa/Mahasisa)
Pengajar hendaknya juga berupaya untuk mengetahui dan memahami latar belakang dan pengalaman hidup pebelajar melalui proses pengkajian secara seksama. Pemahaman latar belakang dan pengalaman hidup pebelajar oleh pengajar ini penting karena dalam pembelajaran kontekstual, latar belakang dan pengalaman pebelajar merupakan “modal” bagi pengajar dalam pembelajaran. Pengajar dapat mengkaitkan “modal” itu dengan konsep baru yang dipelajari pebelajar. Dengan pengkaitan seperti itu konsep baru yang dipelajari pebelajar akan lebih mudah diterima, di samping akan terjadi pula proses asimilasi dan asosiasi.
Proses asimilasi dianggap berhasil apabila konsep baru yang dipelajari dapat menambah atau memperkaya pemikiran dan pengalaman yang telah dimiliki pebelajar sebelumnya. Sedangkan proses asosiasi akan terjadi apabila konsep baru tersebut dapat mengubah atau memperbaiki pemikiran dan pengalaman yang sudah ada sebelumnya (Depdiknas, 2002).
Pemahaman latar belakang itu termasuk latar belakang pengetahuan bahasa Arab pebelajar. Dalam konteks pembelajaran bahasa Arab di SMU dan MA perlu disadari oleh pengajar bahwa latar belakang pengetahuan bahasa Arab siswa relatif bervariasi. Para siswa SMU atau MA yang berasal dari Madrasah Tsanawiyah (MTs), apalagi MTs di lingkungan pondok pesantren, kemampuan bahasa Arabnya relatif baik bila dibanding mereka yang berasal dari Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP).
Demikian juga keadaan pebelajar bahasa Arab di perguruan tinggi. Para mahasiswa jurusan Sastra Arab yang berasal dari MA, apalagi MAPK atau MA di lingkungan pondok pesantren, kemampuan bahasa Arab mereka relatif lebih baik bila dibanding mereka yang berasal dari SMU.
Hiteroginitas latar belakang pengetahuan bahasa Arab pebelajar ini perlu mendapatkan perhatian secara khusus dari pengajar, agar pengajar dapat menetapkan strategi pembelajaran sesuai dengan kondisi pebelajar tersebut.
Di samping itu, perlu juga disadari bahwa pengajar di dalam kelas mungkin sekali akan mengajar pebelajar dengan berbagai keragaman latar belakang sosial dan budaya yang kompleks. Misalnya latar belakang suku bangsa, agama, status sosial-ekonomi, dan juga bahasa. Hal tersebut hendaknya difahami oleh pengajar dan menjadi perhatiannya sebelum dia melaksanakan pembelajaran. Dengan demikian pengajar akan dapat memanfaatkan kompleksitas keragaman tersebut untuk mencapai tujuan pembelajaran
3. Pemahaman Lingkungan
Dalam pembelajaran kontekstual, pemahaman mengenai lingkungan belajar dan tempat tinggal pebelajar perlu dimiliki oleh pengajar. Pengajar hendaknya juga bisa mengkaitkan lingkungan belajar dan tempat tinggal pebelajar itu dengan konsep atau teori yang akan dipelajari.
Pengajar bahasa Arab hendaknya menyadari bahwa pembelajaran kontekstual menuntut adanya lingkungan belajar yang kondusif sesuai dengan prinsip-prinsip pendekatan ini. Pengajar hendaknya memahami betul lingkungan itu sehingga dapat memanfaatkannya dengan baik dalam pembelajaran. Lingkungan yang dimaksud tidaklah terbatas pada ruangan kelas, tetapi meliputi berbagai aspek lingkungan belajar seperti laboratorium bahasa, laboratorium komputer, tempat bekerja, masjid, ladang, sawah, studio, dan tempat-tempat lain yang dapat mendukung proses pembelajaran kontekstual.
Pembelajaran kontekstual mendorong para pengajar untuk memilih dan mendesain lingkungan belajar yang memungkinkannya untuk mengkaitkan berbagai bentuk pengalaman dan latar belakang pebelajar dengan konsep yang akan dipelajari.
Lingkungan yang telah dipilih atau didesain oleh pengajar tersebut memungkinkan pebelajar untuk mendapatkan hubungan yang bermakna antara pikiran-pikiran yang abstrak dan penerapan yang praktis dalam dunia nyata. Konsep dapat dipahami oleh pebelajar melalui proses penemuan dan pengkaitan..
4. Penyusuan Rancangan Pembelajaran
Langkah terakhir yang harus dilakukan pengajar sebelum melaksanakan pembelajaran kontekstual di dalam kelas adalah menyusun rancangan pembelajaran. Dalam menyusun rancangan ini, hendaknya pengajar mempertimbangkan dan mengkaitkan konsep atau teori yang akan dipelajari dengan pengalaman yang dimiliki pebelajar dan lingkugan hidup mereka.
Di samping itu, pengajar dalam menyusun rancangan pembelajaran perlu menyesuaikan dengan perkembangan mental pebelajar. Pemilihan materi dan metode yang akan diterapkan dalam pembelajaran hendaknya didasarkan pada kondisi sosial, emosional, dan perkembangan intelektual pebelajar. Dengan demikian karakteristik individual, kondisi sosial, dan lingkungan budaya pebelajar hendaknya menjadi perhatian pengajar dalam merencanakan pembelajaran.
5. Pelaksanaan Pembelajaran
Dalam mengimplemantasikan pembelajaran kontekstual di dalam kelas, pengajar hendaknya dengan tak henti-hentinya mendorong pebelajar untuk mengkaitkan apa yang sedang dipelajari dengan pengetahuan atau pengalaman yang telah dimiliki pebelajar sebelumnya. Di samping itu, hendaknya pengajar juga mengkaitkan apa yang sedang dipelajari itu dengan fenomena kehidupan sehari-hari.
Implementasi pembelajaran kontekstual di dalam kelas dapat dimulai dengan melemparkan suatau permasalahan yang terkait dengan kehidupan nyata pebelajar. Pengajar melibatkan pebelajar dalam pengamatan dan penelitian untuk pemecahan masalah. Hal itu dapat dilakukan dengan mengintegrasikan keterampilan dan konsep dari berbagai materi pembelajaran.
Untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pembelajaran, pengajar dapat membentuk kelompok-kelompok belajar yang saling memiliki ketergantungan antara satu dengan yang lain. Dengan kelompok-kelompok tersebut pebelajar dapat belajar dan memecahkan masalah bersama teman-temannya di dalam kelompok. Di samping itu, mereka juga dapat berlatih bekerjasama dengan kelompok atau teman yang lain.
Dalam melaksanakan pembelajaran kontekstual, pengajar hendaknya menggunakan teknik-teknik bertanya yang efektif yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, mempercepat proses pemecahan masalah, dan meningkatkan keterampilan berfikir pebelajar.
Untuk itu perlu dicari dan dirancang berbagai jenis dan tingkatan pertanyaan yang dapat menghasilkan tingkat berfikir, tanggapan, dan tindakan yang diperlukan pebelajar dalam proses pembelajaran.
Pengajar hendaknya juga memotivasi pebelajar untuk dapat menarik kesimpulan dari apa yang telah dipelajarinya. Kesimpulan yang diambil oleh pebelajar tersebut merupakan akumulasi dari pemahaman pebelajar terhadap meteri yang dipelajari.
6. Penggunaan Penilaian Autentik
Untuk mengetahui apa yang telah pebelajar ketahui dan apa yang dapat dilakukannya, pengajar melakukan penilaian terhadap proses pembelajaran yang tengah berlangsung. Karena salah satu tujuan pembelajaran kontekstual adalah membangun pengetahuan dan keterampilan dengan cara yang bermakna melalui pengikutsetaan pebelajar ke dalam kehidupan nyata, maka bentuk penilaian yang digunakanpun hendaknya didasarkan pada metode dan tujuan pembelajaran itu sendiri, yaitu penilaian autentik. Pembelajaran kontekstual memerlukan penilaian interdisiplin yang dapat mengukur pengetahuan dan ketrampilan lebih dalam dan dengan cara yang bervariasi (Ananda, 2001 dalam Depdiknas, 2002:17).
Pengajar dapat mengkombinasikan berbagai strategi penilaian sebagaimana telah disebutkan di muka, yaitu: (1) penilaian kinerja, (2) observasi sistematik, (3) portfolio, dan (4) jurnal sains (Depdiknas, 2002). Penggunaan strategi penilaian tersebut hendaknya disesuaikan dengan tujuan dan jenis materi pembelajaran.
Untuk memudahkan pengajar melihat apakah proses pembelajaran lontekstual yang dilaksanakannya telah sesuai dengan kriteria strategi pembelajaran kontekstual, pengajar dapat membuat model evaluasi yang antara lain berisi indikator pelaksanaan pembelajaran berikut: (1) konsep baru disajikan dalam situasi dan pengalaman nyata, (2) konsep dalam contoh-contoh dan latihan disajikan dalam konteks yang digunakan oleh pebelajar, (3) konsep baru disajikan berdasarkan pengalaman pebelajar sebelumnya, (4) latihan dan contoh berisisituasi nyata dan situasi yang diyakini berisi pemecahan masalah yang bermanfaat bagi pebelajar saat ini dan di masa mendatang, (5) contoh-contoh dapat mengembangkan sikap positif pebelajar, (6) pebelajar mengumpulkan dan menganalisis data mereka sendiri seperti ketika mereka dibimbing oleh pengajar dalam menemukan konsep, (7) pebelajar diberi kesempatan untuk mengumpulkan dan menganalisis data untuk pembelajaran dan pengembangan, (8) aktifitas pembelajaran mendorong pebelajar menerapkan konsep dan informasi dalam konteks yang bermanfaat untuk masa depan pebelajar, (9) pebelajar berpartisipasi dalam diskuwsi kelompokdengan cara saling berkomunikasi dan menanggapi konsep dan keputusan, dan (10) pembelajaran dan latihan-latihan meningkatkan keterampilan pebelajar dalam berkomunikasi (Kasihani, 2001).
F. SIMPULAN
Berbagai permasalahan pembelajaran yang muncul di sekolah atau perguruan tinggi, utamanya yang terkait dengan efektifitas dan efisiensi pendekatan pembelajaran bahasa Arab selalu dihadapi oleh para pengajar bahasa Arab. Untuk menjawab persoalan tersebut perlu adanya inovasi-inovasi baru dalam pendekatan pembelajaran bahasa Arab.
Pembelajaran berbasis kontekstual merupakan salah satu jawaban dari persoalan tersebut yang perlu diketahui, difahami, dan diaplikasikan dalam proses pembelajaran bahasa Arab oleh para pengajar.
Pembelajaran kontekstual yang bertujuan membekali pebelajar dengan pengatahuan yang dapat diterapkan atau ditransfer dari satu permasalahan ke permasalahan yang lain dan dari satu konteks ke konteks lainnya itu memiliki berbagai strategi. Strategi tersebut meliputi: (1) penekanan pada pemecahan masalah, (2) kesadaran mengenai perlunya dilakukan kegiatan pengajaran dan pembelajarn dalam berbagai konteks seperti rumah, masyarakat dan tempat kerja; (3) pembimbingan pebelajar untuk memantau dan mengarahkan pembelajaran mereka agar mereka dapat belajar secara mandiri, (4) penekanan pada pembelajaran dalam konteks kehidupan pebelajar yang berbeda-beda, (5) dorongan kepada pebelajar untuk belajar dari dan bersama teman-temannya, dan (6) penggunaan penialaian autentik.
G. DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas, 2002. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Effendy, Ahmad Fuad. 2001. Peta Pengajaran Bahasa Arab di Indonesia. Bahasa dan Seni Jurnal Bahasa, Sastra, Seni, dan Pengajarannya. Tahun 29, Edisi Khusus, Oktober 2001.
Kasihani dan Astinin. 2001. Contextual Teaching and Learning dalam Pembelajaran Bahasa Inggris. Makalah Pelatihan Calon Pelatih Pengajar SLTP, Juni 2001.
Muhaiban. 2001. Problematika Pengajaran Bahasa Arab di SMU dan Pemecahannya. Makalah Seminar Pengajaran Bahasa Arab Jurusan Sastra Arab Fakultas Sastra UM, Oktober 2001.
Nur, Muhammad. 2001. Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual. Makalah Pelatihan TOT Pengajar Mata Pelajaran SLTP dan MTs, Juni 2001.
Nufus, Fitrotin.2000. Penerapan Pendekatan Komunikatif Dalam Pengajaran Bahasa Arab di Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK) Se Kabupaten Gresik Tahun 1999-2000. Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.
.

Tidak ada komentar: