Selasa, 03 Juni 2008

presentasion

artikel 7

CV

artikel 6


PEMBELAJARAN BAHASA ARAB UNTUK ANAK (ALA)
MELALUI LAGU
Makalah
Disajikan dalam Pelatihan
Pembelajaran Bahasa Arab untuk Anak
Melalui Bercerita, Bermain, dan Bernyanyi
Pada tanggal 30 September 2004
Di Jurusan Sastra Arab
Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang
Oleh
Muhaiban
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS SASTRA
JURUSAN SASTRA ARAB
SEPTEMBER 2004
PEMBELAJARAN BAHASA ARAB UNTUK ANAK (ALA)
MELALUI LAGU
PRINSIP DASAR PEMBELAJARAN ALA
Salah satu prinsip umum pembelajaran adalah bahwa pembelajaran hendaknya dilaksanakan dengan mempertimbangkan karakteristik individual siswa yang menyangkut perkembangan emosional, perkembangan intelektual, kondisi sosial, dan lingkungan budaya.
Pada dasarnya pembelajaran ALA juga harus berpijak pada prinsip-prinsip umum tersebut. Di samping itu, ada prinsip-prinsip dasar yang perlu diperhatikan sesuai dengan karakteristik anak. Para ahli pembelajaran bahasa untuk anak, di antaranya Scott, Lee, dan Borridge (dalam Rachmayanti, 2000) mengemukakan beberapa prinsip pembelajaran yang harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut. Pertama, berpijak pada dunia anak. Dunia anak berkisar pada keluarga, rumah, sekolah, mainan, dan teman bermain. Kedua, berangkat dari sesuatu yang sudah diketahui dan dekat dengan atau mudah dijangkau oleh siswa ke sesuatu yang belum diketahui atau jauh dari jangkauan mereka. Misalnya dari lingkungan rumah ke lingkungan luar rumah, dilanjutkan ke lingkungan teman sejawat, kemudian ke lingkungan sekolah. Ketiga, pembelajaran dikaitkan dengan hal-hal yang menjadi interes anak Keempat, pokok-pokok pembelajaran yang disajikan berangkat dari pengetahuan yang telah dimiliki siswa, dengan menggunakan bahasa Arab sederhana. Kelima, tugas-tugas diorientasikan kepada aktifitas atau kegiatan. Keenam, bahan pembelajaran merupakan kombinasi antara sesuatu yang bersifat fiksi dan non-fiksi/konkrit. Ketujuh, materi diorentasikan kepada pelaksanaan silabus dan pengembangan dua komponen bahasa (kosa kata dan struktur) dan empat keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) Kedelapan, budaya nasional dan asing dikenalkan secara bertahap. Kesembilan, pokok-pokok pembelajaran dan tugas-tugas hendaknya disesuaikan dengan usia pembelajar
STRATEGI PEMBELAJARAN ALA
Untuk memilih dan menentukan strategi pembelajaran ALA, guru hendaknya terlebih dahulu memahami dengan baik prinsip-prinsip pembelajaran ALA dan karakteristik siswa yang akan diajar. Karakteristik siswa tersebut antara lain seperti yang telah disebutkan terdahulu, misalnya siswa (1) masih belajar dan senang berbicara tentang lingkungan mereka, (2) senang bermain, (3) senang mempraktekkan sesuatu yang baru diketahui/dipelajarinya, (4) cenderung senang bertanya, (5) cenderung senang mendapatkan penghargaan, dan (6) cenderung mau melakukan sesuatu karena dorongan dari luar.
Berdasarkan beberapa karakteristik tersebut, guru dapat memilih strategi pembelajaran ALA yang sesuai. Salah satu karakteristik siswa adalah bahwa pengetahuan mereka masih terbatas pada lingkungan hidup mereka sehari-hari. Berdasarkan hal tersebut maka materi pelajaran sebaiknya dipilihkan hal-hal yang terkait dengan lingkungan mereka. Misalnya tentang diri mereka sendiri, orang tua (bapak/ibu), saudara kandung, rumah dan isinya, binatang piaraan, mainan, lingkungan sekolah, dan teman bermain.
Di samping itu, ada pertimbangan lain yang perlu diperhatikan oleh guru dalam memilih materi sebagaimana dikemukakan oleh Dick dan Carey (1985), antara lain apakah materi pembelajaran (1) cukup menarik, (2) isinya relevan, (3) urutannya tepat, (4) mengandung informasi yang dibutuhkan oleh siswa, (5) berisi soal latihan, dan (6) berisi jawaban untuk latihan yang diberikan.
Asy-Sya’ban (dalam Ainin, 2002) mengemukakan beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh guru dalam pemilihan materi, yaitu materi pembelajaran dimulai (1) dari hal yang diketahui oleh siswa ke hal yang belum diketahui, (2) dari yang paling mudah ke yang paling sulit, (3) dari yang paling sederhana ke yang paling kompleks, (4) dari yang kongkrit ke yang abstrak, dan (5) dari yang praktis ke yang teoritis.
Di muka telah disebutkan bahwa salah satu karakteristik siswa usia kanak-kanak adalah bahwa mereka senang bertanya. Hal tersebut perlu dijadikan pertimbangan oleh guru dalam memilih strategi pembelajaran. Dalam memulai kegiatan pembelajaran misalnya, guru dapat merangsang lahirnya keingintahuan siswa. Dengan demikian akan timbul pertanyaan atau komentar dari siswa yang mengarah pada substansi materi. Dengan lahirnya pertanyaan dari siswa tersebut sangat memungkinkan terjadinya interaksi dan kuminaksi multi arah.
Untuk memotivasi agar siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan baik, guru dapat melakukan variasi. Variasi ini bisa dilakuan dari segi materi, metode/teknik, media, dan tempat. Motivasi juga bisa diberikan kepada siswa dalam bentuk hadiah berupa pujian, nasihat/himbauan, nyanyian, barang, dan pemaparan hasil karya.
Dalam memilih metode atau teknik pembelajaran ALA, guru juga perlu melihat salah satu karakteristik yang menonjol pada anak, yaitu bahwa mereka senang bermain. Melihat karakteristik seperti itu, maka metode yang relevan untuk pembelajaran ALA adalah metode bermain dengan berbagai tekniknya. Bermain sambil belajar dan belajar sambil bermain mungkin lebih relevan bagi mereka karena pada dasarnya mereka cenderung menyukai aktifitas. Guru hendaknya dapat mengemas aktifitas tersebut dalam permainan dan sekaligus pembelajaran. Beberapa bentuk permainan yang dapat dilakukan dalam pembelajaran ALA misalnya (1) lagu (al-qashidah/alghina’), (2) cerita (al-qishshah), dan (3) permainan (al-la’b). Ketiga bentuk permainan tersebut akan dikemukakan secara garis besar dalam artikel ini.
LAGU DALAM PEMBELAJARAN BAHASA ARAB UNTUK ANAK
Tujuan
Adapun tujuan pemanfaatan lagu dalam pembelajaran bahasa Arab antara lain untuk: (1) menumbuhkan sensitifitas anak terhadap bunyi, irama, dan nada dalam bahasa Arab; (2) melatih pengucapan ungkapan sederhana dalam bahasa Arab, (3) melatih penggunaan kosakata bahasa Arab yang ada dalam lagu, (4) mengembangkan permainan dengan bunyi-bunyi dalam bahasa Arab, (5) mengembangkan permainan dengan peragaan lagu yang dihafalkan, dan (6) memperkenalkan ejaan, kalimat berita, tanya, dan perintah.
Di samping itu, lagu juga dapat dimanfaatkan untuk tujuan: (1) membuat kaitan antara kegiatan dan benda/obyek melalui syair lagu, (2) meresapkan bunyi-bunyi bahasa Arab, (3) mengembangkan kepekaan ritme, (4) menghafal kosakata.
Prinsip-prinsip Pemilihan Lagu
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih lagu untuk pembelajaran bahasa Arab bagi anak antara lain: (1) syair atau kata-kata dalam lagu hendaknya jelas, (2) bahasa yang digunakan dalam lagu tersebut tidak terlalu sulit, (3) tema lagu dipilih yang sesuai dengan dunia anak, (4) lagu tidak terlalu panjang, (5) lagu diupayakan memiliki keterkaitan dengan materi yang diajarkan.
Berikut ini beberapa judul lagu berbahasa Arab dengan kategori yang berbeda
a. Lagu yang hanya untuk dinyanyikan
ألفأر
أ ب ج د
ركوب القطار
ركوب العربة
صوت الأمطار
b. Lagu yang dinyanyikan disertai gerak atau peragaan
عيناي اثنتان
هذا قلم وذاك كتاب
لو أنت سعيد
Langkah-langkah Penggunaan Lagu
Langkah-langkah yang dapat ditempuh oleh guru dalam menggunakan lagu untuk pembelajaran adalah: (1) guru menginformasikan judul lagu kepada siswa, (2) guru menyanyikan lagu sekali sebagai contoh, siswa diminta mendengarkan, (3) guru memberikan kata-kata/syair lagu kepada siswa, (4) guru membacakan syair lagu dan siswa diminta menirukan, (5) guru menyanyikan seluruh syair lagu bersama-sama siswa secara perlahan-lahan, (6) guru bersama siswa mengulangi menyanyikan lagu dengan kecepatan normal, (7) apabila lagu tersebut dapat diperagakan, siswa diminta berdiri secara melingkar dan melakukan peragaan dengan contoh dari guru; (8) menjelaskan isi lagu sebagai materi pembelajaran yang diajarkan.
Tugas Kelompok
Coba Saudara pikirkan, kemudian Saudara coba untuk mengadaptasi sebuah lagu anak-anak dari bahasa Indonesia atau bahasa Jawa kedalam bahasa Arab. Pikirkan pula, tingkatan siswa yang akan Saudara ajar dengan lagu tersebut. Diskusikanlah dua hal tersebut dengan teman Saudara dalam kelompok, kemudian laporkan hasilnya di depan kelas.
DAFTAR PUSTAKA
Ainin. 2002. Pemilihan Materi Pembelajaran Bahasa Arab untuk Anak-anak.
Makalah tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang.
Anugerahwati. 2000. Material Selection and Development: Games, Songs, and
Stories. Makalah tidak diterbitkan. Malang: State University of Malang.
Cooper, James M. 1979. The Teacher as Decision Maker. Classroom Taching
Skills; A Handbook. Massachsetts: D.C Heath ang Company
Dick, Walter dan Carey, Lou. 1985. The Systemic Design of Instruction. London:
Scott, Foresman and Company.
Effendy. 2001. Peta Pembelajaran Bahasa Aeab di Indonesia. Jurnal Bahasa dan
Seni. Malang: Fakultasa Sastra UM.
E. Suyanto. 2000. Background Knowledge on EYL: Polycy, curricullum, teacher
and Students’ Characteristics. Makalah tidak diterbitkan. Malang
Universitas Negeri Malang
Muhaiban .2002. Pembelajaran Bahasa Arab untuk Anak. Makalah Tidak
diterbitkan. Malang: Fakultas sastra UM.
Rachmayanti. 2000. Maerial Selection and Development: Vocabulary, Structure,
and Text. Makalah tidak diterbitkan. Malang: State University of Malang.
Scott, Wendy A dan Ytreberg, Lisbeth H. 1990. Teaching English to Children.
New York: Longman
Lampiran
Beberapa Contoh Lagu
1ـ اَلْفَأْرُ
اَلْفَأرُ حَيَوَانْ ضَارٌّ قَذِرٌ
حَادُّ اْلأَسْنَانْ يُتْلِفُ مَايَصِلُ
إِلَيْهِ مِنَ الطَّعَامْ أَوِ اْلمَتَاعِ
إِلَيْهِ مِنَ الطَّعَامْ أَوِِ اْلمَتَاعِ
اَلْقِطُّ هُوَ عَدْوُ اْلفِيْرَانِ
اَلْفَأْرُ دَائِمًا يَخْرُجُ فِي الَّليْلِ
اَلْفَأْرُ دَائِمًا يَخْرُجُ فِي الَّليْلِ
2ـ رُكُوْبُ اْلعَرَبَة
أَشْتَرِكُ أَبِي إِلَى اْلمَدِيْنَة فِي اْلأَحَد
رَكِبْتُ اْلعَرَبَة وَجَلَسْتُ فِي اْلمَقْدَمِ
جَانِبَ سَائِقِ اْلعَرَبَة يَعْمَلُ بِهَا
يَسُوْقُ اْلحِصَان لِيَجْرِيَ جَرْيًا حَسَنًا
طُك طِك طَك طِك طُك طِك طَك طِك طُك
طك طك طك طك طك صَوْتُ نَعْلِ الْحِصَان
3ـ صَوْتُ اْلأَمْطَار
طِيك طِيك طِيك
صَوْتُ اْلأَمْطَار
فَوْقَ اْلقِرْمِيْد
وَهِيَ تَنْزِل
غَزِيْرَة لاَتُحْصَى
اُنْظُرِِ اْلأَغْصَان وَكَذَا اْلفُرُوع
أَشْجَارُ اْلبُسْتَان
كُلٌّ يَبْتَلُّ
4 ـ لَوْ أَنْتَ سَعِيْدٌ
لَوْ أَنْتَ سَعِيْدٌ صَفِّقْ يَدَيْك
لَوْ أَنْتَ سَعِيْدٌ صَفِّقْ يَدَيْك
لَوْ أَنْتَ سَعِيْدٌ وَقَلْبُكَ مَسْرُوْرٌ
لَوْ أَنْتَ سَعِيْدٌ صَفِّقْ يَدَيْك
لَوْ أَنْتَ سَعِيْدٌ طَأطِئْ رَأْسَك
لَوْ أَنْتَ سَعِيْدٌ طَأطِئْ رَأْسَك
لَوْ أَنْتَ سَعِيْدٌ وَقَلْبُكَ مَسْرُوْرٌ
لَوْ أَنْتَ سَعِيْدٌ طَأْطِئْ رَأْسَك
لَوْ أَنْتَ سَعِيْدٌ دُسْ بِرِجْلَيْك
لَوْ أَنْتَ سَعِيْدٌ دُسْ بِرِجْلَيْك
لَوْ أَنْتَ سَعِيْدٌ وَقَلْبُكَ مَسْرُوْرٌ
لَوْ أَنْتَ سَعِيْدٌ دُسْ بِرِجْلَيْك
5ـ أَ بَ جَ دٌ
أَ بَ جَ دٌ هَـ وَ زٌ
حَ طَ يَ كٌ لَ مَ نٌ
سَ عَ فَ صٌ قَ رَ شٌ
تَ ثَ خَ ذٌ ضَ ظَ غٌ
عَرَفْتُ أَ بَ جَ دٌ
رَغْمَ أَنِّي صَغِيْرٌ
6ـ عَيْنَايَ اثْنَتَانِ
عَيْنَايَ اثْنَتَانِ
وَأَنْفِي وَاحِدٌ
رِجْلاَيَ اثْنَتَانِ
بِالْحِذَاءِ الْجَدِيْد
يَدَايَ اثْنَتَانِ
يُمْنَي وَيُسْرَي
وَفَمِي وَاحِدُ
أَقْرَأ بِهِ اْلقُرْآن
7ـ اُنْظُرْ بُسْتَانِي
اُنْظُرْ بُسْتاَنِي
مَلِيءٌ بِالزُّهُوْر
مِنْهَا أَبْيَضُ وَمِنْهَا أَحْمَرُ
أَنَا أَسْقِيْهَا
فِي كُلِّ يَوْمٍ
وَرْدَة يَاسَمِيْن
كُلُّهَا جَمِيْلُ
8 ـ حُبُّ اْلأُم
حُبُّ أُمِّي تِجَاهَ نَفْسِي
لاَ أُحْصِيْهِ طِوَالَ عُمْرِي
إِنَّمَا تُعْطِي
لاَتَرْجُو جَزَائِي
كَأَنَ الشَّمْسَ تُنوِّرُ دُنْيَايَ

artikel 5

PEMBELAJARAN BAHASA ARAB
BERBASIS KONTEKSTUAL
Makalah
Disajikan dalam Lokakarya Regional
Strategi Pembelajaran Bahasa Arab
Pada tanggal 11—12 Juni ‏2002
Di Fakultas Sastra UM
Oleh
Muhaiban
UNIVERSITAS NEGERI MALANG (UM)
FAKULTAS SASTRA
JURUSAN SASTRA ARAB
JUNI 2002
PEMBELAJARAN BAHASA ARAB
BERBASIS KONTEKSTUAL
A. PENDAHULUAN
Pendekatan pengajaran dan pembelajaran bahasa asing di Indonesia dari waktu ke waktu mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan pemikiran para ahli pengajaran bahasa. Pada tahun tujuhpulahan para pengajar bahasa asing banyak menerapkan pendekatan audiolingual. Hal itu sesuai dengan amanat kurikulum yang berlaku saat itu. Keadaan tersebut berlangsung sampai tahun sembilanpuluhan. Dengan ditetapkannya kurikulum tahun 1994, yang mengamanatkan penggunaan pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa asing, maka berkembanglah sejak saat itu pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa asing. Penggunaan pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa asing tersebut masih berlangsung sampai sekarang.
Di Indonesia saat ini tengah dikenalkan dan dikembangkan sebuah pendekatan pengajaran dan pembelajaran yang dikenal dengan Contextual Teaching and Learning (CTL). Pengembangan tersebut dilakukan oleh Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.
Pendekatan pembelajaran ini diupayakan untuk dikembangkan dalam rangka menjawab berbagai persoalan pembelajaran. Misalnya, bagaimana cara terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan dalam mata pelajaran tertentu sehingga pebelajar dapat menggunakan dan mengingat lebih lama konsep tersebut. Bagaimana seorang
pengajar dapat berkomunikasi secara efektif dengan pebelajarnya yang selalu bertanya tentang alasan dari sesuatu, arti dari sesuatu, dan hubungan dari apa yang mereka pelajari. Bagaimana cara membuka wawasan berpikir yang beragam dari para pebelajar, sehingga mereka dapat mempelajari berbagai konsep dan mengaitkannya dengan kehidupan nyata (Depdiknas (2002). Itu semua adalah persoalan dan sekaligus tantangan pembelajaran yang menuntut para pengajar untuk melakukan inovasi-inovasi baru dalam pembelajaran. Pendekatan pembelajaran kontekstual dicoba untuk diperkenalkan sebagai salah satu jawaban dari persoalan-persoalan tersebut.
Pendekatan pembelajaran kontekstual ini sebenarnya bukanlah hal baru. John Dewey telah memperkenalkan pendekatan ini untuk pertama kali pada awal abad ke 20 di Amerika Serikat (Depdiknas, 2002:7). Pendekatan ini telah berkembang di berbagai negara maju dengan nama yang berbeda. Di Amerika Serikat pendekatan ini berkembang dengan nama Contextual Teaching and Learning (CTL). Di negeri Belanda berkembang apa yang disebut dengan Realistik Mathematics Education (RME) dalam pembelajaran matematika (Depdiknas, 2002:3).
Sebagai sebuah pendekatan pengajaran dan pembelajaran, CTL dapat diterapkan dalam pengajaran dan pembelajaran berbagai mata pelajaran, termasuk bahasa Arab.
Artikel ini berupaya memaparkan hal-hal yang terkait dengan CTL dan penerapannya dalam pengajaran dan pembelajaran BA.
B. PENGAJARAN DAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu konsep pembelajaran yang membantu pengajar untuk mengkaitkan isi mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi pebelajar untuk membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja (Nur, 2001).
Blanchard (dalam Nur, 2001) menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang erat dengan pengalaman sesungguhnya. Pengajaran dan pembelajaran kontekstual menekankan adanya proses berpikir tingkat lebih tinggi, alih pengetahuan lintas disiplin, pengumpulan, analisis dan sintesa informasi dan data dari berbagai sumber dan pandangan.
Pembelajaran kontekstual bertujuan membekali pebelajar dengan pengatahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan atau ditransfer dari satu permasalahan ke permasalahan yang lain dan dari satu konteks ke konteks lainnya (Depdiknas, 2002:4).
Pembelajaran kontekstual mrupakan konsep yang didukung oleh berbagai penelitian aktual dalam ilmu kognitif dan teori-teori tentang tingkah laku yang secara bersaaama-sama mendasari konsepsi dan proses pembelajaran kontekstual (Depdiknas, 2002:5).
Untuk dapat menerapkan pendekatan pengajaran dan pembelajaran kontekstual ini dengan baik, perlu diperhatikan 6 (enam) unsur kunci dalam pendekatan tersebut (Depdiknas, 2002:11—12). Enam kunci itu adalah sebagai berikut.
Pertama, pembelajaran bermakna. Pebelajar dilibatkan secara aktif dalam pengalama dunia nyata yang dapat memotivasi mereka untuk menghubungkan persepsi, nilai, dan makna pribadi dengan materi yang dipelajari.
Kedua, penerapan pengetahuan. Diupayakan agar pebelajar dapat menerapkan materi yang dipelajarinya dalam tatanan dan fungsi lain pada masa sekarang dan mendatang.
Ketiga, berfikir tingkat lebih tinggi. Pebelajar dilatih untuk berfikir secara kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu issu, atau memecahkan suatu masalah.
Keempat, kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar. Materi pengajaran berhubungan dengan beragam standar lokal, regional, nasional, industri, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dunia kerja.
Kelima, responsif terhadap budaya. Pengajar hendaknya memahami dan menghormati nilai, keyakinan, dan kebiasaan pebelajar, sesama pengajar, dan masyarakat tempat mereka mengajar.
Keenam, penialaian autentik. Perlu diupayakan penggunaan berbagai macam strategi penilaian yang secara valid mencerminkan hasil belajar yang diharapkan dari pebelajar (misalnya penialaian proyek/tugas terstruktur, kegiatan pebelajar, rubrik, daftar cek, atau pedoman observasi).
Dengan uraian tersebut dapat diketahui bahwa pola pembelajaran kontekstual berbeda dengan pola pembelajaran konvensional. Perbedaan tersebut secara umum dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Perbedaan antara pola pembelajaran kontekstual dan konvensional
Kontekstual
Konvensional
Menyandarkan pada memory
Spasial
Menyandarkan kepada hapalan
Pemilihan informasi berdasarkan
Kebutuhan individu individu pebelajar
Pemilihan informasi dilakukan
Oleh Pengajar
Cenderung mengintegrasikan
Beberapa bidang (disiplin)
Cenderung terfokus pada satu
Bidang (disiplin) tertentua
Selalub mengkaitkan informasi
Dengan dengan pengetahuan awal
Yang telah dimiliki pebelajar
Memberikan tumpukan informasi
Kepada pebelajar sampai pada saatnya
Diperlukan
Menerapkan penilaian autentik
Melalui penerapan praktis dalam
Pemecahan masalah
Penilaian hasil belajar hanya
Melalui kegiatan akademik berupa
Ujian/ulangan
(Depdiknas, 2002)
C. STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Untuk menerapkan pengajaran dan pembelajaran kontekstual, telah diperkenalkan beberapa strategi oleh Universitas Washington (dalam Nur, 2001). Berikut ini diuraikan secara singkat strategi tersebut.
1. Pengajaran Autentik
Pengajaran autentik adalah pengajaran yang memungkinkan pebelajar belajar dalam konteks bermakna. Strategi ini mengutamakan keterampilan berfikir dan pemecahan masalah yang merupakan keterampilan penting dalam tatanan kehidupan nyata.
2. Pembelajaran Berbasis Inquiri
Pembelajaran berbasis inquiri ini merupakan strategi pembelajaran yang berpola metode sains. Strategi ini memberikan kesempatan pebelajar untuk belajar dalam suasana penuh kebermaknaan. Suatu masalah diajukan dan metode ilmiah digunakan untuk memecahkan masalah tersebut.
3. Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi pebelajar untuk belajar berfikir kritis dan terampil memecahkan masalah, dan untuk memperoleh pengetahuan dan konsep esensial.
4. Pembelajaran Berbasis Kerja
Pembelajaran berbasis kerja adalah suatu pendekatan pengajaran yang memungkinkan pebelajar menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari isi mata pelajaran berbasis sekolah dan bagaimana isi pelajaran tersebut digunakan dalam tempat kerja.
Sementara itu, Blanchard (dalam Nur, 2001) mengemukakan 6 (enam) strategi CTL yaitu: (1) penekanan pada pemecahan masalah, (2) kesadaran mengenai perlunya dilakukan kegiatan pengajaran dan pembelajarn dalam berbagai konteks seperti rumah, masyarakat dan tempat kerja; (3) pembimbingan pebelajar untuk memantau dan mengarahkan pembelajaran mereka agar mereka dapat belajar secara mandiri, (4) penekanan pada pembelajaran dalam konteks kehidupan pebelajar yang berbeda-beda, (5) dorongan kepada pebelajar untuk belajar dari dan bersama teman-temannya, (6) penggunaan penialaian autentik
Sementara itu, untuk menerapkan pembelajaran kontekstual, Center for Occupational Research and Development (CORD) (dalam Depdiknas, 2002) mengenalkan 5 strategi pembelajaran yang disingkat REACT, yaitu: (1) Relating, maksudnya adalah belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata, (2) Experiencing, yaitu belajar ditekankan kepada penggalian (eksplorasi), penemuan (discovery), dan penciptaan ( invention); (3) Applying, yaitu belajar di mana pengetahuan dipresentasikan di dalam konteks pemanfaatannya, (4) Cooperating, yaitu belajar melalui konteks komunikasi interpersonal dan pemakaian bersama, (5) Transfering, yaitu belajar melalui pemanfaatan pengetahuan dalam situasi dan konteks baru.
D. PENILAIAN DALAM PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Seperti telah dikemukakan di muka, penilaian dalam pembelajaran kontekstual didasarkan pada penilaian autentik, yaitu penilaian melalui penerapan praktis dalam pemecahan masalah. Pola penilaian dalam pembelajaran kontekstual ini, sebagaimana juga tampak dalam tabel 1, berbeda dengan penilaian dalam pembelajaran tradisional atau konvensional. Dalam strategi penilaian pembelajaran kontekstual tidak dikenal kriteria benar atau salah. Pokok permasalahn penilaian pembelajaran kontekstual ini terletak pada kemampuan pengajar memilih cara penilaian untuk menentukan apa yang telah pebelajar ketahui dan apa yang dapat dia lakukan. Suatu alat ukur atau strategi penilaian dalam pembelajaran kontekstual dapat dikatakan baik apabila memempunyai kaitan yang signifikan dengan tujuan dan dampak nyata dari materi pelajaran. Penilaian autentik dengan demikian adalah penilaian yang dapat mengukur penerapan pengetahuan di dalam berbagai konteks autentiks.
Penilaian autentik bertujuan untuk menyediakan informasi yang benar dan akurat mengenai apa yang diketahui dan dapat dilakukan oleh pebelajar, atau tentang kualitas program pendidikan. Penilaian mengenai apakah pengetahuan dan keterampilan telah dipelajari dengan baik, termasuk juga penilaian mengenai pemanfaatannya dalam konteks kehidupan nyata yang bermakna (Depdiknas, 2002).
Berdasarkan pengertian dan kriteria penilaian pembelajaran kontekstual yang telah diuraikan, maka strategi penilaian yang cocok tampaknya merupakan gabungan antara berbagai teknik penilaian berikut (Depdiknas, 2002).
Pertama, penilaian kinerja. Penilaian ini dikembangkan untuk mentes kemampuan mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan pebelajar pada berbagai situasi nyata dfan dalam konteks tertentu. Penilaian kinerja ini dapat berbentuk pertanyaan terbuka atau pilihan ganda. Penilaian ini dapat berupa membaca, menulis, proyek, proses, pemecahan masalah, tugas analisis, atau tugas-tugas lain yang memungkinkan pebelajar mendemonstrasi-kan kemampuannya untuk mewujudkan tujuan dan dampak nyata tertentu.
Kedua, obervasi sistematik. Penialaian ini bermanfaat untuk memperoleh informasi tentang dampat nyata kegiatan pembelajaran terhadap sikap pebelajar. Secara berkala pebelajar diobservasi dan hasilnya dicatat untuk menginterpretasikan apakah petunjuk pebelajar sesuai dengan tujuan dan dampak nyata pembelajaran yang telah ditentukan.
Ketiga, portfolio. Portfolo adalah kumpulan berbagai keterampilan, ide, minat, dan keberhasilan atau prestasi pebelajar selama jangka waktu tertentu (Hart, 1994 dalam Depdiknas, 2002) yang memberikan gaambaran perkembangan pebelajar setiap saat. Portfolio tidak selalu dalam bentuk tulisan. Pebelajar yang memiliki keterbatasan dalam menulis dapat menyampaikan hasil belajarnya dengan menggunakan gambar, model fisik atau alat peraga.
Keempat, jurnal sains. Jurnal sains merupakan media bagi pebelajar untuk merefleksikan atau mengkaitkan pemikirannya dengan pemikiran sebelumnya. Dengan jurnal pebelajar dapat menuliskan ide-ide, minat, dan pengalaman yang didapatnya selama proses belajar.
E. PEMBELAJARAN BAHASA ARAB BERBASIS KONTEKSTUAL
Untuk dapat menerapkan pendekatan pembelajaran kontekstual dengan baik, pengajar bahasa Arab terlebih dahulu perlu memahami konsep pembelajaran kontekstual tersebut. Konsep yang dimaksud meliputi pengertian, tujuan, prinsip-prinsip pembelajaran, strategi, dan sistem evaluasi pembelajaran. Dengan pemahaman yang baik mengenai konsep pembelajaran tersebut, pengajar tidak akan terjebak pada pembelajaran konvensional atau tradisional yang banyak mewarnai pembelajaran di dalam kelas selama ini.
Setelah konsep pembelajaran kontekstual tersebut difahami dengan baik, agar pembelajaran dapat dilaksanakan dengan efektif, pengajar hendaknya melakukan langkah-langkah seperti diuraikan berikut ini.
1. Telaah Konsep Materi Pembelajaran
Sebelum pengajar memulai proses pembelajaran, baik di dalam maupun di luar kelas, pengajar hendaknya terlebih dahulu menelaah konsep atau teori yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari oleh pebelajar. Materi yang akan dipelajari oleh pebelajar tersebut secara umum telah tergambar pada kurikulum. Pengajar perlu mencermati materi tersebut dari sisi konsep atau teori. Dengan pemahaman yang baik tentang konsep materi pelajaran, pengajar akan mempunyai gambaran mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan selanjutnya seperti pemilihan materi pembelajaran, penetapan metode dan pendekatan pembelajaran, penentuan media atau alat bantu pembelajaran, strategi yang akan dipilih dalam pembelajaran, dan bentuk evaluasi yang akan digunakan.
Sebagai contoh, guru bahasa Arab di SMU dan MA dapat menelaah konsep materi yang relevan untuk disajikan dengan pendekatan kontekstual tersebut melalui pokok bahasan atau tema dan anak tema yang telah tertuang dalam GBPP. Materi pembelajaran bahasa Arab di kedua sekolah tersebut, dilihat dari Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) nya, tidaklah berbeda.
GBPP bahasa Arab kurikulum SMU dan MA program bahasa Arab tahun 1994 disamping menyajikan tema dan anak tema, telah pula memuat keterampilan fungsional dan contoh-contoh ungkapan komunikatif yang harus dikuasai pebelajar. Sebelum pengajar menerapkan pembelajaran kontekstual di dalam kelas, teori mengenai tema, anak tema, dan keterampilan fungsional tersebut hendaknya telah benar-benar dikuasai oleh pengajar.
Pengajar bahasa Arab di perguruan tinggi dapat menelaah konsep materi yang relevan untuk disajikan dengan pendekatan kontekstual tersebut melalui deskripsi mata- kuliah yang biasanya menjadi lampiran kurikulum. Materi tersebut juga dapat dilihat pada pokok bahasan yang telah tertuang dalam GBPP.
2. Pemahaman Latar Belakang Pebelajar (Siswa/Mahasisa)
Pengajar hendaknya juga berupaya untuk mengetahui dan memahami latar belakang dan pengalaman hidup pebelajar melalui proses pengkajian secara seksama. Pemahaman latar belakang dan pengalaman hidup pebelajar oleh pengajar ini penting karena dalam pembelajaran kontekstual, latar belakang dan pengalaman pebelajar merupakan “modal” bagi pengajar dalam pembelajaran. Pengajar dapat mengkaitkan “modal” itu dengan konsep baru yang dipelajari pebelajar. Dengan pengkaitan seperti itu konsep baru yang dipelajari pebelajar akan lebih mudah diterima, di samping akan terjadi pula proses asimilasi dan asosiasi.
Proses asimilasi dianggap berhasil apabila konsep baru yang dipelajari dapat menambah atau memperkaya pemikiran dan pengalaman yang telah dimiliki pebelajar sebelumnya. Sedangkan proses asosiasi akan terjadi apabila konsep baru tersebut dapat mengubah atau memperbaiki pemikiran dan pengalaman yang sudah ada sebelumnya (Depdiknas, 2002).
Pemahaman latar belakang itu termasuk latar belakang pengetahuan bahasa Arab pebelajar. Dalam konteks pembelajaran bahasa Arab di SMU dan MA perlu disadari oleh pengajar bahwa latar belakang pengetahuan bahasa Arab siswa relatif bervariasi. Para siswa SMU atau MA yang berasal dari Madrasah Tsanawiyah (MTs), apalagi MTs di lingkungan pondok pesantren, kemampuan bahasa Arabnya relatif baik bila dibanding mereka yang berasal dari Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP).
Demikian juga keadaan pebelajar bahasa Arab di perguruan tinggi. Para mahasiswa jurusan Sastra Arab yang berasal dari MA, apalagi MAPK atau MA di lingkungan pondok pesantren, kemampuan bahasa Arab mereka relatif lebih baik bila dibanding mereka yang berasal dari SMU.
Hiteroginitas latar belakang pengetahuan bahasa Arab pebelajar ini perlu mendapatkan perhatian secara khusus dari pengajar, agar pengajar dapat menetapkan strategi pembelajaran sesuai dengan kondisi pebelajar tersebut.
Di samping itu, perlu juga disadari bahwa pengajar di dalam kelas mungkin sekali akan mengajar pebelajar dengan berbagai keragaman latar belakang sosial dan budaya yang kompleks. Misalnya latar belakang suku bangsa, agama, status sosial-ekonomi, dan juga bahasa. Hal tersebut hendaknya difahami oleh pengajar dan menjadi perhatiannya sebelum dia melaksanakan pembelajaran. Dengan demikian pengajar akan dapat memanfaatkan kompleksitas keragaman tersebut untuk mencapai tujuan pembelajaran
3. Pemahaman Lingkungan
Dalam pembelajaran kontekstual, pemahaman mengenai lingkungan belajar dan tempat tinggal pebelajar perlu dimiliki oleh pengajar. Pengajar hendaknya juga bisa mengkaitkan lingkungan belajar dan tempat tinggal pebelajar itu dengan konsep atau teori yang akan dipelajari.
Pengajar bahasa Arab hendaknya menyadari bahwa pembelajaran kontekstual menuntut adanya lingkungan belajar yang kondusif sesuai dengan prinsip-prinsip pendekatan ini. Pengajar hendaknya memahami betul lingkungan itu sehingga dapat memanfaatkannya dengan baik dalam pembelajaran. Lingkungan yang dimaksud tidaklah terbatas pada ruangan kelas, tetapi meliputi berbagai aspek lingkungan belajar seperti laboratorium bahasa, laboratorium komputer, tempat bekerja, masjid, ladang, sawah, studio, dan tempat-tempat lain yang dapat mendukung proses pembelajaran kontekstual.
Pembelajaran kontekstual mendorong para pengajar untuk memilih dan mendesain lingkungan belajar yang memungkinkannya untuk mengkaitkan berbagai bentuk pengalaman dan latar belakang pebelajar dengan konsep yang akan dipelajari.
Lingkungan yang telah dipilih atau didesain oleh pengajar tersebut memungkinkan pebelajar untuk mendapatkan hubungan yang bermakna antara pikiran-pikiran yang abstrak dan penerapan yang praktis dalam dunia nyata. Konsep dapat dipahami oleh pebelajar melalui proses penemuan dan pengkaitan..
4. Penyusuan Rancangan Pembelajaran
Langkah terakhir yang harus dilakukan pengajar sebelum melaksanakan pembelajaran kontekstual di dalam kelas adalah menyusun rancangan pembelajaran. Dalam menyusun rancangan ini, hendaknya pengajar mempertimbangkan dan mengkaitkan konsep atau teori yang akan dipelajari dengan pengalaman yang dimiliki pebelajar dan lingkugan hidup mereka.
Di samping itu, pengajar dalam menyusun rancangan pembelajaran perlu menyesuaikan dengan perkembangan mental pebelajar. Pemilihan materi dan metode yang akan diterapkan dalam pembelajaran hendaknya didasarkan pada kondisi sosial, emosional, dan perkembangan intelektual pebelajar. Dengan demikian karakteristik individual, kondisi sosial, dan lingkungan budaya pebelajar hendaknya menjadi perhatian pengajar dalam merencanakan pembelajaran.
5. Pelaksanaan Pembelajaran
Dalam mengimplemantasikan pembelajaran kontekstual di dalam kelas, pengajar hendaknya dengan tak henti-hentinya mendorong pebelajar untuk mengkaitkan apa yang sedang dipelajari dengan pengetahuan atau pengalaman yang telah dimiliki pebelajar sebelumnya. Di samping itu, hendaknya pengajar juga mengkaitkan apa yang sedang dipelajari itu dengan fenomena kehidupan sehari-hari.
Implementasi pembelajaran kontekstual di dalam kelas dapat dimulai dengan melemparkan suatau permasalahan yang terkait dengan kehidupan nyata pebelajar. Pengajar melibatkan pebelajar dalam pengamatan dan penelitian untuk pemecahan masalah. Hal itu dapat dilakukan dengan mengintegrasikan keterampilan dan konsep dari berbagai materi pembelajaran.
Untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pembelajaran, pengajar dapat membentuk kelompok-kelompok belajar yang saling memiliki ketergantungan antara satu dengan yang lain. Dengan kelompok-kelompok tersebut pebelajar dapat belajar dan memecahkan masalah bersama teman-temannya di dalam kelompok. Di samping itu, mereka juga dapat berlatih bekerjasama dengan kelompok atau teman yang lain.
Dalam melaksanakan pembelajaran kontekstual, pengajar hendaknya menggunakan teknik-teknik bertanya yang efektif yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, mempercepat proses pemecahan masalah, dan meningkatkan keterampilan berfikir pebelajar.
Untuk itu perlu dicari dan dirancang berbagai jenis dan tingkatan pertanyaan yang dapat menghasilkan tingkat berfikir, tanggapan, dan tindakan yang diperlukan pebelajar dalam proses pembelajaran.
Pengajar hendaknya juga memotivasi pebelajar untuk dapat menarik kesimpulan dari apa yang telah dipelajarinya. Kesimpulan yang diambil oleh pebelajar tersebut merupakan akumulasi dari pemahaman pebelajar terhadap meteri yang dipelajari.
6. Penggunaan Penilaian Autentik
Untuk mengetahui apa yang telah pebelajar ketahui dan apa yang dapat dilakukannya, pengajar melakukan penilaian terhadap proses pembelajaran yang tengah berlangsung. Karena salah satu tujuan pembelajaran kontekstual adalah membangun pengetahuan dan keterampilan dengan cara yang bermakna melalui pengikutsetaan pebelajar ke dalam kehidupan nyata, maka bentuk penilaian yang digunakanpun hendaknya didasarkan pada metode dan tujuan pembelajaran itu sendiri, yaitu penilaian autentik. Pembelajaran kontekstual memerlukan penilaian interdisiplin yang dapat mengukur pengetahuan dan ketrampilan lebih dalam dan dengan cara yang bervariasi (Ananda, 2001 dalam Depdiknas, 2002:17).
Pengajar dapat mengkombinasikan berbagai strategi penilaian sebagaimana telah disebutkan di muka, yaitu: (1) penilaian kinerja, (2) observasi sistematik, (3) portfolio, dan (4) jurnal sains (Depdiknas, 2002). Penggunaan strategi penilaian tersebut hendaknya disesuaikan dengan tujuan dan jenis materi pembelajaran.
Untuk memudahkan pengajar melihat apakah proses pembelajaran lontekstual yang dilaksanakannya telah sesuai dengan kriteria strategi pembelajaran kontekstual, pengajar dapat membuat model evaluasi yang antara lain berisi indikator pelaksanaan pembelajaran berikut: (1) konsep baru disajikan dalam situasi dan pengalaman nyata, (2) konsep dalam contoh-contoh dan latihan disajikan dalam konteks yang digunakan oleh pebelajar, (3) konsep baru disajikan berdasarkan pengalaman pebelajar sebelumnya, (4) latihan dan contoh berisisituasi nyata dan situasi yang diyakini berisi pemecahan masalah yang bermanfaat bagi pebelajar saat ini dan di masa mendatang, (5) contoh-contoh dapat mengembangkan sikap positif pebelajar, (6) pebelajar mengumpulkan dan menganalisis data mereka sendiri seperti ketika mereka dibimbing oleh pengajar dalam menemukan konsep, (7) pebelajar diberi kesempatan untuk mengumpulkan dan menganalisis data untuk pembelajaran dan pengembangan, (8) aktifitas pembelajaran mendorong pebelajar menerapkan konsep dan informasi dalam konteks yang bermanfaat untuk masa depan pebelajar, (9) pebelajar berpartisipasi dalam diskuwsi kelompokdengan cara saling berkomunikasi dan menanggapi konsep dan keputusan, dan (10) pembelajaran dan latihan-latihan meningkatkan keterampilan pebelajar dalam berkomunikasi (Kasihani, 2001).
F. SIMPULAN
Berbagai permasalahan pembelajaran yang muncul di sekolah atau perguruan tinggi, utamanya yang terkait dengan efektifitas dan efisiensi pendekatan pembelajaran bahasa Arab selalu dihadapi oleh para pengajar bahasa Arab. Untuk menjawab persoalan tersebut perlu adanya inovasi-inovasi baru dalam pendekatan pembelajaran bahasa Arab.
Pembelajaran berbasis kontekstual merupakan salah satu jawaban dari persoalan tersebut yang perlu diketahui, difahami, dan diaplikasikan dalam proses pembelajaran bahasa Arab oleh para pengajar.
Pembelajaran kontekstual yang bertujuan membekali pebelajar dengan pengatahuan yang dapat diterapkan atau ditransfer dari satu permasalahan ke permasalahan yang lain dan dari satu konteks ke konteks lainnya itu memiliki berbagai strategi. Strategi tersebut meliputi: (1) penekanan pada pemecahan masalah, (2) kesadaran mengenai perlunya dilakukan kegiatan pengajaran dan pembelajarn dalam berbagai konteks seperti rumah, masyarakat dan tempat kerja; (3) pembimbingan pebelajar untuk memantau dan mengarahkan pembelajaran mereka agar mereka dapat belajar secara mandiri, (4) penekanan pada pembelajaran dalam konteks kehidupan pebelajar yang berbeda-beda, (5) dorongan kepada pebelajar untuk belajar dari dan bersama teman-temannya, dan (6) penggunaan penialaian autentik.
G. DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas, 2002. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Effendy, Ahmad Fuad. 2001. Peta Pengajaran Bahasa Arab di Indonesia. Bahasa dan Seni Jurnal Bahasa, Sastra, Seni, dan Pengajarannya. Tahun 29, Edisi Khusus, Oktober 2001.
Kasihani dan Astinin. 2001. Contextual Teaching and Learning dalam Pembelajaran Bahasa Inggris. Makalah Pelatihan Calon Pelatih Pengajar SLTP, Juni 2001.
Muhaiban. 2001. Problematika Pengajaran Bahasa Arab di SMU dan Pemecahannya. Makalah Seminar Pengajaran Bahasa Arab Jurusan Sastra Arab Fakultas Sastra UM, Oktober 2001.
Nur, Muhammad. 2001. Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual. Makalah Pelatihan TOT Pengajar Mata Pelajaran SLTP dan MTs, Juni 2001.
Nufus, Fitrotin.2000. Penerapan Pendekatan Komunikatif Dalam Pengajaran Bahasa Arab di Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK) Se Kabupaten Gresik Tahun 1999-2000. Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.
.

artikel 4

PEMBELAJARAN BAHASA ARAB
DI SMU KOTA DAN KABUPATEN MALANG
Muhaiban
Abstrak: Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran pembelajaran bahasa Arab di SMU Kota dan Kabupaten Malang. Fokus penelitian ini pada: buku teks yang dipakai, metode pembelajaran, dan media pembelajaran. Responden penelitian ini meliputi 84 orang siswa, 10 orang guru, dan 10 orang kepala sekolah dari 10 SMU yang menyajikan bahasa Arab. Hasil penelitian ini adalah: buku teks yang digunakan umumnya sesuai dengan Kurikulum 1994, metode yang digunakan adalah eklektik. Media pembelajaran cukup tetapi pemanfaatannya belum maksimal.
Kata kunci: Pembelajaran, Bahasa Arab, SMU.
Hubungan Indonesia dengan negara-negara Arab dari tahun ke tahun terus meningkat, baik dalam bidang politik, ekonomi, kebudayaan maupun keagamaan. Permintaan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang profesional oleh negara-negara Arab juga terus meningkat, demikian pula jumlah jemaah haji Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Keadaan tersebut memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan bahasa Arab di Indonesia, dalam arti masyarakat memerlukan bahasa Arab bukan saja sebagai bahasa agama, tetapi juga sebagai bahasa komunikasi internasional.
Hal tersebut mengandung pengertian perlunya ditingkatkan efektivitas dan intensivikasi pengajaran bahasa Arab di sekolah guna mewujudkan sumberdaya manusia yang memiliki penguasaan bahasa Arab yang baik, untuk mendukung penguasaan ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum, serta menjalin tata pergaulan internasional.
Penelitian yang dilakukan oleh Sukadarman (1980) di Kotamadya dan Kabupaten Malang menunjukkan bahwa 77,7 % SMU yang ada di daerah itu menyajikan bahasa asing, termasuk bahasa Arab. Hal ini diperkuat dengan catatan di Kanwil Depdikbud Jawa Timur yang menyatakan bahwa lebih dari 300 (tiga ratus) SMU di Jawa Timur menyajikan bahasa Arab sebagai bahasa Asing pilihan (Muhaiban, 1993).
Muhaiban adalah dosen pada Jurusan Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang
Adapun bahasa asing yang umumnya disajikan, menurut hasil penelitian Sukadarman tersebut secara berurutan adalah bahasa Jerman (7,14 %), bahasa Arab (28,57 %), bahasa Belanda (7,14 %) dan bahasa Perancis (7,4 %).
Sedangkan bahasa asing yang diminati oleh siswa seandainya mereka diberi kebebasan untuk memilih, adalah bahasa Jerman pada urutan pertama (57 %), urutan kedua bahasa Arab (38 %), ketiga bahasa Perancis (24,6 %), keempat bahasa Belanda (20 %), kelima bahasa Cina (11,3 %) dan keenam bahasa Jepang (8%).
Minat siswa untuk belajar bahasa asing juga terlihat pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhaiban (1993). Hasil penelitian tentang minat siswa terhadap pelajaran bahasa Arab di TVRI itu menunjukkan bahwa minat siswa cukup tinggi (69,87 %).
Melihat minat siswa yang tinggi untuk mempelajari bahasa asing tersebut, adalah wajar apabila pemerintah melakukan upaya-upaya secara terus menerus dan berkesinambungan untuk menyesuaikan kurikulum sekolah dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, serta tuntutan pembangunan nasional.
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan diberlakukannya Kurikulum SMU 1994 yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 061/U/1993. Kurikulum SMU 1994 tersebut merupakan pembaruan dari kurikulum 1984, yang berlaku untuk semua mata pelajaran termasuk didalamnya mata pelajaran bahasa asing kedua (selain bahasa Inggris).
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah tersebut sejalan dengan Politik Bahasa Nasional dimana pembinaan dan pengembangan bahasa asing dilakukan dan diarahkan pada pemenuhan fungsi dan kedudukan bahasa asing. Adapun fungsi dan kedudukan bahasa asing tersebut adalah sebagai berikut : (1) alat perhubungan antar bangsa, (2) alat pembantu pengembangan bahasa Indonesia menjadi bahasa modern, dan (3) alat pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi modern untuk pembangunan nasional (Halim, 1976).
Untuk menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan pembangunan, pemerintah juga telah melakukan penyederhanaan kurikulum. Hal itu untuk memberikan peluang atau ruang gerak bagi kreativitas guru dalam mengembangkan proses belajar-mengajar sesuai dengan kebutuhan siswa dan kebutuhan pembanguan setempat, namun tetap memegang teguh esensi isinya untuk menjamin kesederajatan pencapaian hasil belajar secara nasional.
Menurut hasil Seminar Bahasa Nasional tahun 1975, pengembangan pengajaran bahasa asing – termasuk bahasa Arab – ditujukan untuk meningkatkan mutu pengajaran bahasa asing, sehingga bahasa asing tersebut benar-benar dapat dipergunakan sebagai (1) alat penggalian dan pengembangan ilmu pengetahuan, kebudayaan dan teknologi modern; (2) alat perhubungan antar bangsa; (3) alat untuk keperluan yang praktis seperti penggunaannya di bidang kepariwisataan, perdagangan, diplomatik dan militer; dan (4) salah satu sumber kebahasaan untuk memperkaya bahasa Indonesia (Halim, 1976).
Rapat kerja penyusunan kurikulum bahasa asing kedua pada tanggal 22 Nopember 1994 di Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan Balitbangdikbud menyepakati bahwa pengajaran bahasa asing kedua di SMU – termasuk bahasa Arab – ditekankan pada tujuan afektif, yaitu menumbuhkan dan meningkatkan minat terhadap bahasa asing, disamping menanamkan dasar-dasar kemampuan berbahasa asing. Dasar-dasar kemampuan berbahasa asing tersebut meliputi menyimak, berbicara, membaca dan menulis dalam tingkat kosakata sekitar 700 (Effendy, 1994).
Untuk mencapai tujuan tersebut, disarankan agar digunakan metode komunikatif yang disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Kondisi tersebut antara lain menyangkut; (1) tujuan pengajaran; (2) minat dan kebutuhan siswa; (3) kualifikasi guru; dan (4) sarana dan prasarana (Effendy, 1996).
Kurikulum SMU 1994 mata pelajaran bahasa asing memang mengamanatkan bahwa metode yang digunakan dalam pengajaran bahasa asing di sekolah adalah Metode Komunikatif yang disesuaikan dengan kondisi pengajaran bahasa asing di Indonesia.
Dalam Metode Komunikatif, tujuan umum pengajaran adalah mengembangkan kompetensi komunikatif yang mencakup kemampuanuntuk menafsirkan bentuk-bentuk linguistik, baik yang dinyatakan secara eksplisit maupun yang terpendam dalam kegiatan-kegiatan psikis (Huda, 1994).
Pengajaran dengan Metode Komunikatif menempatkan siswa pada posisi aktif sebagai pusat kegiatan pengajaran, dengan kegiatan latihan-latihan yang dapat mengembangkan kompetensi berkomunikasi. Sementara itu guru lebih banyak berfungsi sebagai fasilitator yang mengarahkan dan mengkoordinasi kegiatan siswa.
Littlewood (dalam Huda, 1994) mengemukakan adanya dua jenis kegiatan siswa untuk mengembangkan kompetensi komunikatif, yaitu (1) kegiatan komunikatif fungsional yang ditekankan pada segi komunikasi, dan (2) kegiatan komunikatif interaksi sosial yang ditekankan pada pengembangan kemampuan siswa untuk mengerti makna sosial dan fungsi sosial suatu bahasa.
Prosedur mengajar dengan Metode Komunikatif dimulai dengan dialog, kemudian latihan-latihan untuk menguasai struktur dalam dialog itu. Latihan tersebut bersifat komunikatif, yaitu menggunakan bahasa dalam konteks (Huda (ed), 1994).
Ditinjau dari segi jumlah jam, menurut kurikulum 1994 tersebut, waktu yang tersedia untuk pengajaran bahasa asing kedua relatif cukup, yaitu 8 jam per minggu, dan disajikan di kelas 3. Secara teoritis pengajaran bahasa asing di SMU dengan kurikulum 1994 ini akan lebih bisa dilaksanakan dengan intensif, dengan syarat ditunjang oleh kemampuan guru dan ketersediaan alat penunjang yang memadai (Effendy, 1994).
Setelah kurikulum tersebut diberlakukan pada tahun 1994, sampai saat ini - sejauh pengamatan peneliti - belum pernah dilakukan penelitian dan evaluasi tentang pelaksanaan kurikulum untuk mata pelajaran bahasa Arab oleh SMU. Sehingga belum bisa diketahui efektivitas pengajaran bahasa Arab di SMU berdasarkan kurikulum tersebut. Dengan demikian belum dapat diketahui pula tingkat ketercapaian tujuan pengajaran bahasa Arab di SMU sebagaimana diamanatkan kurikulum.
Agar pengajaran di sekolah selalu dapat memenuhi tuntutan dan aspirasi yang berkembang di masyarakat, maka secara periodik, minimal sekali dalam lima tahun, kurikulum sekolah perlu diperbarui. Untuk memperbarui kurikulum tersebut, perlu diketahui pula pelaksanaan kurikulum yang berlaku.
Untuk mengetahui pelaksanaan kurikulum tersebut di lapangan, dan untuk mendapatkan gambaran efektivitas pelaksanaannya, serta tingkat pencapaian tujuan pengajaran, perlu dilakukan penelitian. Penelitian ini akan memberikan gambaran nyata tidak saja mengenai pelaksanaan kurikulum, efektivitas pelaksanaannya, serta tingkat pencapaian tujuan, tetapi juga mengenai ketersediaan sumber bahan, ketersediaan sarana dan prasarana penunjang, kualifikasi guru yang melaksanakan kurikulum tersebut, serta minat siswa untuk mengikuti pelajaran bahasa asing.
Disamping itu hasil penelitian ini juga akan bermanfaat bagi pihak-pihak terkait sebagai pijakan dalam pembaruan kurikulum bahasa Arab secara khusus dan pengembangan pengajaran bahasa asing pada umumnya di masa mendatang.
Atas dasar pemikiran itulah maka penelitian ini dilakukan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini antara lain bertujuan memperoleh gambaran yang objektif tentang pembelajaran bahasa Arab yang difokuskan pada (1) buku teks yang dipakai dalam pengajaran bahasa Arab, (2) metode yang digunakan dalam pengajaran bahasa Arab, dan (3) ketersediaan media/alat bantu pembelajaran bahasa Arab.
Sesuai dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif kuantitatif. Sesuai dengan hakekat metode deskriptif kuantitatif, maka pelaksanaan pembelajaran bahasa Arab di SMU Kota dan Kabupaten Malang akan digambarkan secara obyektif sistematis sebagaimana adanya. Populasi penelitian ini adalah semua siswa, guru bahasa Arab, dan kepala sekolah dari 10 (sepuluh) SMU baik negeri maupun swasta yang menyajikan bahasa Arab.
Sampel penelitian ini terdiri atas sampel sekolah dan sampel responden. Untuk sampel sekolah, karena jumlah SMU yang menyajikan bahasa Arab berjumlah 10 (sepuluh) buah, maka jumlah tersebut diambil seluruhnya sebagai sasaran penelitian, dengan rincian 3 (tiga) SMU Negeri dan 7 (tujuh) SMU Swasta.
Sampel responden terdiri atas siswa, guru bahasa Arab dan kepala sekolah. Dari sepuluh SMU yang menjadi sampel, masing-masing diambil 10 (sepuluh) siswa sebagai sampel siswa. Dengan demikian akan ditemukan sampel siswa sebanyak 100 (seratus) siswa. Akan tetapi, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa di beberapa SMU, siswa yang memprogram bahasa Arab kurang dari sepuluh orang. Berdasarkan kenyataan tersebut maka jumlah sampel responden siswa berjumlah 84 (delapan puluh empat) orang.
Untuk sampel responden guru bahasa, dari sampel sekolah yang berjumlah 10 (sepuluh) sekolah, masing-masing diambil satu orang guru bahasa Arab, sehingga ditemukan sampel responden guru sebanyak 10 (sepuluh) orang. Demikian juga untuk sampel responden kepala sekolah, karena setiap sekolah memiliki satu orang kepala sekolah, maka ditemukan 10 (sepuluh) orang sampel responden kepala sekolah.
Untuk memperoleh data yang diperlukan, digunakan instrumen pengumpul data yang berupa kuesioner untuk seluruh responden. Instrumen untuk guru digunakan untuk menjaring data-data tentang pembelajaran bahasa Arab.
Instrumen untuk siswa digunakan untuk menjaring data-data tentang persepsi siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan guru, minat siswa terhadap pelajaran bahasa Arab, dan pendapat siswa terhadap pelajaran bahasa Arab.
Untuk mengetahui tingkat keterbacaan instrumen, baik instrumen untuk siswa maupun untuk guru, sebelum penelitian dilakukan, diadakan uji coba instrumen. Uji coba ini dilakukan di salah satu sekolah yang memiliki kemiripan dengan sampel sekolah.
Adapun pengumpulan data dilakukan dengan cara memberikan kuesioner kepada responden yang telah ditentukan. Sampel responden siswa yang berasal dari satu sekolah dikumpulkan dalam satu ruangan kelas dan pengisian kuesioner dilakukan dengan pengawasan dan bimbingan petugas pengumpul data.
Kepada sampel guru bahasa Arab dan kepala sekolah di masing-masing sekolah diberikan kuesioner untuk diisi. Kuesioner yang telah diisi diambil pada hari yang lain oleh petugas pengumpul data.
.Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif kuantitatif. Untuk mendiskripsikan pelaksanaan pembelajaran bahasa Arab di SMU digunakan teknik prosentase.
HASIL PENELITIAN
Seperi telah dikemukakan di bagian awal artikel ini, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran obyektif pelakanaan pembelajaran bahasa Arab di SMU Kota dan Kabupaten Malang, terutama yang menyangkut (1) buku teks yang dipakai dalam pengajaran bahasa Arab, (2) metode yang digunakan dalam pengajaran bahasa Arab, dan (3) ketersediaan media/alat bantu pembelajaran bahasa Arab.
Hasil penelitian yang menyangkut buku teks yang digunakan di SMU Kota dan Kabupaten Malang adalah sebagai berikut. Buku teks yang dipakai dalam pengajaran bahasa Arab pada SMU di Kota dan Kabupaten Malang adalah buku teks bahasa Arab yang umumnya (50%) sesuai dengan GBPP Kurikulum 1994. Sebagian SMU (40%) menggunakan buku teks yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa untuk melanjutkan studi dan dan buku teks yang ditetapkan oleh induk sekolah tersebut yaitu Persarikatan Muhammadiyah. Masih ada juga (10%) sekolah yang menggunakan buku teks yang disusun berdasarkan GBPP Kurikulum1984.
Mengenai metode yang digunakan dalam pembelajaran, penelitian ini menemukan bahwa semua guru bahasa Arab (100%) menyatakan bahwa metode pengajaran bahasa Arab yang mereka gunakan adalah metode eklektik yaitu perpaduan dari berbagai metode pengajaran bahasa Arab yang dianggap menunjang proses belajar mengajar di kelas.
Mengenai penggunaan media pembelajaran, penelitian ini menemukan bahwa mayoritas guru (80%) menggunakan bantuan media dalam pembelajaran bahasa Arab di kelas. Sedikit di antara mereka (20%) yang tidak menggunakan media. Adapun jenis media yang dipakai relatif beragam, antara lain tape recorder, gambar, laboratorium bahasa, benda asli dan benda tiruan.
Ditanya mengenai keberadaan Laboratorium Bahasa di sekolah, lebih dari separo responden guru (70%) menyatakan bahwa lembaga mereka telah memiliki lab bahasa. Sedikit di antara mereka (30 %) yang menyatakan bahwa lembaga mereka belum memiliki laboraturium bahasa.
Namun demikian, sedikit sekali (10%) guru bahasa Arab yang sering memanfaatkan laboraturium tersebut untuk pengajaran bahasa Arab. Sebagaian mereka (60%) jarang menggunakannya, bahkan 30% dari mereka tidak pernah menggunakannya.
Umumnya (90%) SMU yang menyajikan bahasa Arab di Kota dan Kabupaten Malang memiliki perpustakaan. Namun demikian perpustakaan yang memiliki koleksi buku-buku tentang bahasa Arab relatif sedikit (30%).
PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian yang terkait dengan buku teks diketahui bahwa buku teks yang dipakai dalam pengajaran bahasa Arab pada SMU di Kota dan Kabupaten Malang adalah buku teks bahasa Arab yang umumnya (50%) sesuai dengan GBPP Kurikulum 1994. Sebagian SMU (40%) menggunakan buku teks yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa untuk melanjutkan studi dan dan buku teks yang ditetapkan oleh induk sekolah tersebut yaitu Persarikatan Muhammadiyah. Masih ada juga (10%) sekolah yang menggunakan buku teks yang disusun berdasarkan GBPP Kurikulum1984.
Kenyataan tersebut sangat memprihatinkan mengingat bahwa proses belajar mengajar di kelas, untuk mata pelajaran apapun dan jenjang sekolah apapun, mestinya berpijak pada kurikulum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Kalau ternyata kurikulum yang digunakan oleh suatu sekolah ditetapkan oleh lembaga yang menjadi induk sekolah tersebut, minimal kurikulum itu harus mengakomodasi amanat yang tertuang dalam kurikulum yang ditetapkan pemerintah tersebut.
Mengapa masih ada sekolah yang menggunakan buku teks yang tidak sesuai dengan kurikulum yang diberlakukan? Jawaban dari pertanyaan ini memang tidak tergambar dalam hasil penelitian. Akan tetapi, ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan terjadinya hal itu. Misalnya, tidak tersedianya buku teks yang sesuai dengan kurikulum karena memang belum ada penulis yang menyusun buku teks tersebut. Sehingga guru memanfaatkan buku teks yang ada, meskipun tidak sesuai dengan tuntutan kurikulum.
Menarik untuk disimak hasil penelitian yang terkait dengan penggunaan metode dalam pembelajaran bahasa Arab. Penelitian ini menemukan bahwa semua guru bahasa Arab (100%) menyatakan bahwa metode pengajaran bahasa Arab yang mereka gunakan adalah metode eklektik, yaitu perpaduan dari berbagai metode pengajaran bahasa Arab yang dianggap menunjang proses belajar mengajar di kelas. Hal ini menarik karena Kurikulum 1994 mengamanatkan penggunaan pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa Arab. Sementara itu terdapat 50% responden sekolah yang menggunakan Kurikulum 1994 dalam pembelajaran bahasa Arab. Ini bisa diartikan bahwa sekolah-sekolah tersebut tidak taat kurikulum dalam melaksanakan pembelajaran bahasa Arab, terutama dalam hal metode pembelajaran. Tetapi bisa juga diartikan bahwa mereka sebenarnya telah melaksanakan pendekatan komunikatif karena pendekatan ini mungkin termasuk dalam metode eklektik yang mereka gunakan.
Mengenai penggunaan media pembelajaran, penelitian ini menemukan bahwa mayoritas guru (80%) menggunakan bantuan media dalam pembelajaran bahasa Arab di kelas. Sedikit di antara mereka (20%) yang tidak menggunakan media. Adapun jenis media yang dipakai relatif beragam, antara lain tape recorder, gambar, laboratorium bahasa, benda asli dan benda tiruan. Kalau pernyataan para guru bahasa Arab tersebut benar, sangatlah menggembirakan. Akan tetapi ada satu hal yang tampaknya perlu mendapatkan perhatian, yaitu mengenai penggunaan media yang berupa laboraturium bahasa. Ketika para guru ditanya mengenai keberadaan Laboratorium Bahasa di sekolah, lebih dari separo responden guru (70%) menyatakan bahwa lembaga mereka telah memiliki laboraturium bahasa. Sedikit di antara mereka (30 %) yang menyatakan bahwa lembaga mereka belum memiliki laboraturium bahasa. Namun demikian, sedikit sekali (10%) guru bahasa Arab yang sering memanfaatkan laboraturium tersebut untuk pengajaran bahasa Arab.
Mengenai sebab-sebab minimnya guru bahasa Arab yang menggunakan laboraturium bahasa, masih perlu diteliti lebih lanjut. Akan tetapi bisa diprediksi bahwa salah satu penyebabnya adalah karena minimnya pengetahuan dan kemampuan mereka mengelola dan mengoperasikan laboraturium bahasa tersebut. Atau, karena laboraturium yang ada itu tidak dilengkapi dengan perangkat lunak berupa bahan-bahan pelajaran.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis data serta pembahasan yang telah dikemukakan terdahulu, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: (1) buku teks yang dipakai dalam pengajaran bahasa Arab pada SMU di kota dan kabupaten Malang adalah buku teks bahasa Arab yang umumnya sesuai dengan GBPP, (2) metode pembelajaran bahasa Arab yang digunakan di SMU di Kota dan kabupaten Malang adalah metode eklektik, (3) mayoritas SMU di Kota dan Kabupaten Malang telah memiliki alat bantu/media pembelajaran bahasa Arab, tetapi belum semua guru memanfaatkannya dalam proses belajar mengajar bahasa Arab di kelas; (5) faktor yang paling mendukung pembelajaran bahasa Arab pada SMU di kota dan kabupaten Malang adalah tersedianya guru yang berkualifikasi dalam bidang bahasa Arab, (6) faktor-faktor yang dirasa sebagai penghambat proses belajar mengajar bahasa Arab pada sebagian SMU di Kota dan Kabupaten Malang adalah tidak adanya guru yang berkualifikasi, jumlah guru yang tidak mencukupi, rendahnya motivasi siswa, tidak adanya buku pegangan untuk guru, dan tidak adanya buku pegangan untuk murid; dan (7) minat siswa terhadap pelajaran bahasa Arab tergolong tinggi.
Berdasrkan hasil penelitian tersebut, disampaikan saran-saran sebagai berikut: (1) para guru bahasa Arab di SMU Kota dan Kabupaten Malang hendaknya memanfaatkan sepenuhnya media pembelajaran bahasa Arab yang telah tersedia untuk pembelajaran di kelas, (2) para guru bahasa Arab dan pihak kepala sekolah hendaknya memberi motivasi dan mengenalkan pentingnya bahasa Arab sejak dini kepada siswa sehingga minat mereka terhadap bahasa Arab akan meningkat, (3) perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan aspek bahasan lain yang belum tersentuh oleh penelitian ini seperti prestasi siswa dalam pembelajaran bahasa Arab dan aspek-aspek yang menyebabkan minimnya peminat bahasa Arab pada SMU Kota dan Kabupaten Malang.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsini. 1991. Prosudur Penelitian. Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Departemen P dan K, 1975. Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Depdikbud, 1994. Garis-garis Besar Program Pengejaran (GBPP) Mata Pelajaran Bahasa Arab Sekolah Menengah Atas Tahun 1994. Jakarta: Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan.
-------------, 1994. Tap-tap MPR 1993 Bahan Penataran. Jakarta: Ditjen Dikti.
Fuad Effendy, 1996. Beberapa Kunci Untuk Memahami dan Mendalami GBPP Bahasa Arab Kurikulum SMU Tahun 1994. Malang: JPBA FPBS IKIP Malang.
-------------, 1994. Trend Kurikulum Tahun 1994 SMU Mata Pelajaran Bahasa Asing Kedua. Malang: JPBA FPBS IKIP Malang.
Gay, L.R. 1987.Educational Research Compentencies for Analysis and Application (Third Editian). Columbus : Merill Publishing Company.
Halim, Amran, 1976. Politik Bahasa Nasional 2. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Huda, Nuril, 1990. Metode Audiolingual vs. Metode Komunikatif : Suatu Perbandingan. Jakarta: Proyek Peningkatan Alat-alat IPA dan PKG Dirdikmenum.
Muhaiban, 1993. Persepsi dan Minat Siswa SMA di Jawa Timur Terhadap Pelajaran Bahasa Arab di TVRI. Malang: Lembaga Penelitian IKIP Malang.
Sukadarman, M.S., 1981. Penelitian Tentang Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Pengajaran Bahasa Asing Pilihan Pada SMA di Kotamadya dan Kabupaten Malang. Malang: Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi IKIP Malang.

artikel 3

artikel2


PEMBELAJARAN BAHASA ARAB UNTUK ANAK
(AL-‘ARABIYYAH LIL ATHFAL /ALA)
Muhaiban
Abstrak: Salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan oleh guru dalam pembelajaran ALA adalah karakteristik siswa. Dalam pemilihan materi, metode, teknik, media, alat evaluasi, dan tempat pembelajaran, perlu diperhatikan karakteristik siswa, yaitu bahwa siswa (1) masih belajar dan senang berbicara tentang lingkungan mereka, (2) senang bermain, (3) senang mempraktekkan sesuatu yang baru diketahui/dipelajarinya, (4) cenderung senang bertanya, (5) cenderung senang mendapatkan penghargaan, dan (6) cenderung mau melakukan sesuatu karena dorongan dari luar.
Kata-kata kunci: Pembelajaran, Bahasa Arab, ALA
Pembelajaran bahasa Arab untuk anak atau Al-‘Arabiyyah Lil Athfal (ALA) dalam bentuk verbal yang bertujuan mengajarkan keterampilan membaca Al-Qur’an dan do’a-da’a serta bacaan-bacaan shalat telah lama berlangsung di Indonesia. Kegiatan pembelajaran bahasa Arab itu diperkirakan telah berlangsung sejak awal masuknya agama Islam ke Indonesia yaitu pada abad ke 12 (Muhaiban, 2002).
Pembelajaran ALA seperti itu dilaksanakan di rumah-rumah keluarga muslim, di masjid, mushalla, madrasah diniyah, atau di taman pendidikan Al-Qur’an (TPQ) (Effendy, 2001). Menurut statistik tahun 1990 (Dhofier, 1994 dalam Effendy, 2001) jumlah madrasah diniyah saja di Indonesia mencapai 16.680 dengan 2.479.572 santri. Sedangkan jumlah TPQ yang diperkirakan lebih banyak belum ada data resminya.
Jumlah lembaga pendidikan dasar yang sangat besar tersebut merupakan modal bagi pengembangan pembelajaran ALA pada saat ini dan pada masa-masa mendatang. Pengembangan yang perlu dilakukan terutama menyangkut tujuan, metode, dan strategi pembelajaran.
Selama ini tujuan pembelajaran ALA sebagaimana tersebut di atas adalah untuk mengajarkan keterampilan membaca Al-Qur’an dan menulis huruf Arab dalam lingkup terbatas. Sedangkan metode yang dipakai adalah metode hapalan. Untuk pengenalan huruf Arab dipakai metode eja atau thariqah hajaiyyah. Pada tahun
Muhaiban adalah dosen pada Jurusan Sastra Arab, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang
delapan puluhan dikembangkan metode baru yang berbasis pengenalan bunyi yang dikenal dengan thariqah shautiyyah tahliliyyah tarkibiyyah (Effendy, 2001).
Pada saat ini terdapat sejumlah madrasah ibtidaiyyah dan TPQ yang berupaya mengembangkan ALA tersebut. Pengembangan diarahkan pada pembelajaran kemampuan dasar bahasa Arab.
Pembelajaran ALA menduduki tempat yang strategis dalam konteks pembelajaran bahasa Arab secara umum di Indonesia. Di samping karena jumlah lembaga pendidikan dasar -baik formal maupun non-formal- sangat besar, juga karena anak-anak pada usia pendidikan dasar tersebut pada dasarnya cenderung mudah belajar bahasa terutama yang terkait dengan oral skill.
Permasalahan muncul karena guru kelas pada pendidikan dasar ini umumnya tidak disiapkan untuk mengajar ALA. Di antara mereka memang ada yang memiliki latar belakang pendidikan bahasa Arab, akan tetapi tidak secara khusus disiapkan sebagai guru ALA.
Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan pembelajaran ALA bagi guru-guru bahasa Arab. Pengetahuan praktis tentang pemilihan materi, strategi, dan media pembelajaran ALA mungkin akan membantu para guru dalam mengatasi permasalahan pembelajaran ALA baik di lembaga pendidikan formal maupun non-formal.
Artikel ini akan memaparkan secara garis besar strategi yang mungkin dapat ditempuh oleh para guru bahasa Arab dalam pembelajaran ALA.
KURIKULUM ALA
Pembelajaran bahasa Arab untuk pendidikan tingkat dasar, utamanya di Madrasah Ibtidaiyah, selama ini mengacu kepada Kurikulum Madrasah Ibtidaiyah Tahun 1994. Dalam kurikulum tersebut bahasa Arab disajikan mulai kelas 4. Sebagai perbandingan, untuk Sekolah Dasar, bahasa asing tidak secara jelas disebutkan dalam kurikulum. Dalam surat keputusan Mendiknas No. 0487/4/1992 Bab VIII disebutkan bahwa sekolah dasar dapat memasukkan pelajaran tambahan dalam kurikulumnya sepanjang tidak bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional. Berkenaan dengan kebijakan tersebut terbit surat keputusan lain No. 060/U/1993 yang menyatakan bahwa bahasa Inggris dapat dikenalkan kepada siswa kelas 4 sekolah dasar.
Untuk mendukung kebijakan mengenai pembelajaran bahasa asing di tingkat dasar tersebut beberapa daerah telah memasukkan bahasa Inggris ke dalam muatan lokal. Sebagai contoh Depdiknas Jawa Timur telah mengesahkan kurikulum lokal bahasa Inggris dengan surat keputusan No. 172/104/4/94/SK. Dalam kurikulum muatan lokal tersebut antara lain disebutkan bahwa setelah menyelesaikan pendidikan dasar, siswa diharapkan dapat menguasai bahasa Inggris sederhana yang melipui 500 kosa kata. Kurikulum lokal tersebut memuat tujuan pembelajaran, materi, metodologi, dan evaluasi (E. Suyanto, 2000).
KARAKTERISTIK GURU DAN SISWA
Peran guru dalam pembelajaran sangatlah penting, terlebih lagi pada pendidikan tingkat dasar. Guru sebagai bagian penting dari proses pembelajaran memiliki fungsi perencanaan (at-takhthith), implemantasi (at-tanfidz), dan evaluasi (at-taqwim) (Cooper, 1979).
Ketiga fungsi tersebut harus dapat dijalankan oleh setiap guru termasuk guru dalam pembelajaran ALA. Menurut pengamatan, para guru ALA di taman kanak-kanak (TKQ/TPQ) dan sekolah dasar (SDI/MI) umumnya tidak memiliki latar belakang pendidikan bahasa Arab. Hanya sedikit di antara mereka pernah mengikuti pelatihan tentang pembelajaran bahasa Arab untuk anak.
Akhir-akhir ini perhatian masyarakat terhadap pembelajaran bahasa asing untuk anak semakin besar. Khususnya bahasa Inggris dan Arab. Hal itu diikuti pula oleh upaya-upaya pengembangan pembelajaran yang dilakukan oleh para ahli dan guru-guru bahasa.
Kenyataan tersebut memberi dampak positif pada profesi pembelajaran bahasa asing untuk anak. Dalam konteks ALA, itu berarti bahwa guru ALA dituntut memiliki keterampilan khusus (profesional) untuk mengajarkan bahasa Arab pada siswa taman kanak-kanak dan sekolah dasar. Di samping memiliki kemampuan bahasa Arab yang baik, guru ALA hendaknya juga memiliki sifat dan sikap aktif, kreatif, menyenangkan, dan terbuka. Philip (1995, dalam E. Suyanto, 2000) menyatakan bahwa membantu siswa untuk belajar dan berkembang itu lebih penting dari pada sekedar mengajarkan bahasa. Itu berarti bahwa apabila kegiatan atau aktivitas yang dilakukan siswa itu menyenangkan, akan berkesan dan mudah diingat oleh siswa.
Beberapa karakteristik tersebut menjadi semakin penting untuk dimiliki oleh guru ALA karena siswa yang akan mereka hadapi dalam pembelajaran juga memiliki karakteristik khusus sebagai anak-anak yang perlu dihadapi dengan strategi khusus pula oleh guru.
Pemelajar anak-anak umumnya masih belajar tentang lingkungan mereka. Mereka gemar berbicara tentang diri mereka sendiri, orang tua (bapak/ibu), mainan, dan teman bermain. Mereka senang berlari-lari kesana kemari dan senang belajar sesuatu dengan cara langsung mempraktekkannya seperti bernyanyi, bermain, mewarnai, dan menggunting gambar. Anak-anak cenderung senang bertanya. Hal itu karena secara sosial, mereka perlu mengembangkan serangkaian karakteristik yang memungkinkan mereka untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat mereka berada (E. Suyanto, 200)
Scott dan Ytreberg (1990) mengemukakan beberapa karakeristik anak. Menurutnya, anak-anak (1) dapat mengutarakan sesuatau yang akan mereka kerjakan, (2) dapat mengutarakan sesuatu yang telah mereka kerjakan dan mereka dengar, (3) belajar sambil bekerja (learning by doing), (4) dapat berargumentasi, dan (5) dapat menggunakan pola-pola intonasi bahasa ibu.
Sementara itu Furaidah (dalam Ainin 1999) mengemukakan beberapa karakterisik anak sebagai pemelajar bahasa. Menurutnya, anak-anak (1) memiliki kecenderungan suka bermain dan bersenang-senang, (2) memahami hal-hal di sekitarnya secara holistik (utuh) tidak secara analitik, (3) belajar bahasa melewati suatu masa yang disebut dengan periode bisu (fatrotush shumti). Artinya, pada awal belajar bahasa, anak-anak hanya dapat mendengar, belum dapat berbicara; (4) cenderung belajar bahasa melalui pemerolehan (iktisab), yaitu suatu pengembangan kemampuan berbahasa secara alamaiah, bukan mempelajari bahasa secara formal dengan mengkaji aturan-aturan bahasa (Krashen, 1985); dan (5) pada usia sekolah dasar pada umumnya berada pada taraf berpikir secara konkret.
Agar pembelajaran ALA dapat berjalan dengan baik dan mencapai tujuan yang telah dicanangkan, profesionalisme guru ALA yang diwujudkan dengan pemenuhan kriteria-kriteria tersebut sangat diperlukan. Sehingga karakteristik siswa seperti disebutkan di atas tidak akan menjadi kendala pembelajaran bagi guru, tetapi sebaliknya justru akan menjadi pendorong tercapainya tujuan pembelajaran.
PRINSIP DASAR PEMBELAJARAN ALA
Salah satu prinsip umum pembelajaran adalah bahwa pembelajaran hendaknya dilaksanakan dengan mempertimbangkan karakteristik individual siswa yang menyangkut perkembangan emosional, perkembangan intelektual, kondisi sosial, dan lingkungan budaya.
Pada dasarnya pembelajaran ALA juga harus berpijak pada prinsip-prinsip umum tersebut. Di samping itu, ada prinsip-prinsip dasar yang perlu diperhatikan sesuai dengan karakteristik anak. Para ahli pembelajaran bahasa untuk anak, di antaranya Scott, Lee, dan Borridge (dalam Rachmayanti, 2000) mengemukakan beberapa prinsip pembelajaran yang harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut. Pertama, berpijak pada dunia anak. Dunia anak berkisar pada keluarga, rumah, sekolah, mainan, dan teman bermain. Kedua, berangkat dari sesuatu yang sudah diketahui dan dekat dengan atau mudah dijangkau oleh siswa ke sesuatu yang belum diketahui atau jauh dari jangkauan mereka. Misalnya dari lingkungan rumah ke lingkungan luar rumah, dilanjutkan ke lingkungan teman sejawat, kemudian ke lingkungan sekolah. Ketiga, pembelajaran dikaitkan dengan hal-hal yang menjadi interes anak Keempat, pokok-pokok pembelajaran yang disajikan berangkat dari pengetahuan yang telah dimiliki siswa, dengan menggunakan bahasa Arab sederhana. Kelima, tugas-tugas diorientasikan kepada aktifitas atau kegiatan. Keenam, bahan pembelajaran merupakan kombinasi antara sesuatu yang bersifat fiksi dan non-fiksi/konkrit. Ketujuh, materi diorentasikan kepada pelaksanaan silabus dan pengembangan dua komponen bahasa (kosa kata dan struktur) dan empat keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) Kedelapan, budaya nasional dan asing dikenalkan secara bertahap. Kesembilan, pokok-pokok pembelajaran dan tugas-tugas hendaknya disesuaikan dengan usia pembelajar
STRATEGI PEMBELAJARAN ALA
Untuk memilih dan menentukan strategi pembelajaran ALA, guru hendaknya terlebih dahulu memahami dengan baik prinsip-prinsip pembelajaran ALA dan karakteristik siswa yang akan diajar. Karakteristik siswa tersebut antara lain seperti yang telah disebutkan terdahulu, misalnya siswa (1) masih belajar dan senang berbicara tentang lingkungan mereka, (2) senang bermain, (3) senang mempraktekkan sesuatu yang baru diketahui/dipelajarinya, (4) cenderung senang bertanya, (5) cenderung senang mendapatkan penghargaan, dan (6) cenderung mau melakukan sesuatu karena dorongan dari luar.
Berdasarkan beberapa karakteristik tersebut, guru dapat memilih strategi pembelajaran ALA yang sesuai. Salah satu karakteristik siswa adalah bahwa pengetahuan mereka masih terbatas pada lingkungan hidup mereka sehari-hari. Berdasarkan hal tersebut maka materi pelajaran sebaiknya dipilihkan hal-hal yang terkait dengan lingkungan mereka. Misalnya tentang diri mereka sendiri, orang tua (bapak/ibu), saudara kandung, rumah dan isinya, binatang piaraan, mainan, lingkungan sekolah, dan teman bermain.
Di samping itu, ada pertimbangan lain yang perlu diperhatikan oleh guru dalam memilih materi sebagaimana dikemukakan oleh Dick dan Carey (1985), antara lain apakah materi pembelajaran (1) cukup menarik, (2) isinya relevan, (3) urutannya tepat, (4) mengandung informasi yang dibutuhkan oleh siswa, (5) berisi soal latihan, dan (6) berisi jawaban untuk latihan yang diberikan.
Asy-Sya’ban (dalam Ainin, 2002) mengemukakan beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh guru dalam pemilihan materi, yaitu materi pembelajaran dimulai (1) dari hal yang diketahui oleh siswa ke hal yang belum diketahui, (2) dari yang paling mudah ke yang paling sulit, (3) dari yang paling sederhana ke yang paling kompleks, (4) dari yang kongkrit ke yang abstrak, dan (5) dari yang praktis ke yang teoritis.
Di muka telah disebutkan bahwa salah satu karakteristik siswa usia kanak-kanak adalah bahwa mereka senang bertanya. Hal tersebut perlu dijadikan pertimbangan oleh guru dalam memilih strategi pembelajaran. Dalam memulai kegiatan pembelajaran misalnya, guru dapat merangsang lahirnya keingintahuan siswa. Dengan demikian akan timbul pertanyaan atau komentar dari siswa yang mengarah pada substansi materi. Dengan lahirnya pertanyaan dari siswa tersebut sangat memungkinkan terjadinya interaksi dan kuminaksi multi arah.
Untuk memotivasi agar siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan baik, guru dapat melakukan variasi. Variasi ini bisa dilakuan dari segi materi, metode/teknik, media, dan tempat. Motivasi juga bisa diberikan kepada siswa dalam bentuk hadiah berupa pujian, nasihat/himbauan, nyanyian, barang, dan pemaparan hasil karya.
Dalam memilih metode atau teknik pembelajaran ALA, guru juga perlu melihat salah satu karakteristik yang menonjol pada anak, yaitu bahwa mereka senang bermain. Melihat karakteristik seperti itu, maka metode yang relevan untuk pembelajaran ALA adalah metode bermain dengan berbagai tekniknya. Bermain sambil belajar dan belajar sambil bermain mungkin lebih relevan bagi mereka karena pada dasarnya mereka cenderung menyukai aktifitas. Guru hendaknya dapat mengemas aktifitas tersebut dalam permainan dan sekaligus pembelajaran. Beberapa bentuk permainan yang dapat dilakukan dalam pembelajaran ALA misalnya (1) lagu (al-qashidah/alghina’), (2) cerita (al-qishshah), dan (3) permainan (al-la’b). Ketiga bentuk permainan tersebut akan dikemukakan secara garis besar dalam artikel ini.
Lagu/Nyanyian (Al-Qashidah/Al-Ghina’)
Anak-anak dalam berbagai umur pada dasarnya senang mendengarkan, menyanyikan, dan belajar dengan nyanyian/lagu. Oleh karena itu, musik secara umum merupakan bagian penting dari proses belajar-mengajar bagi siswa kanak-kanak. Hampir semua bentuk nyanyian –dari yang tradisional sampai dengan yang pop- dapat dimanfaatkan oleh guru dalam pembelajaran. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa guru hendaknya dapat memilih/menyeleksi –atau menciptakan- lagu yang dapat digunakan, baik untuk menyanyi bersama maupun untuk menyanyi sambil melakukan kegiatan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih lagu untuk pembelajaran ALA antara lain (1) syair atau kata-kata dalam lagu hendaknya jelas, (2) bahasa yang digunakan dalam lagu tersebut tidak terlalu sulit, (3) tema lagu dipilih yang sesuai dengan dunia anak, (4) lagu tidak terlalu panjang, dan (5) lagu diupayakan memiliki keterkaitan dengan materi yang diajarkan (Anugerahwati, 2000). Beberapa contoh lagu dapat dilihat pada bagian akhir artikel ini.
Di antara tujuan penggunaan lagu untuk pembelajaran ALA di dalam kelas adalah untuk (1) membuat kaitan antara kegiatan dan obyek/benda dengan kata-kata, (2) meresapkan bunyi-bunyi bahasa Arab, (3) mengembangkan kepekaan ritme, dan (4) menghafal kosakata tertentu.
Cerita (Al-Qishshah)
Seperti halnya lagu, cerita juga merupakan hal penting dalam pembelajaran ALA. Mendengarkan cerita yang dibacakan atau diceritakan oleh guru merupakan kegiatan yang disenangi oleh siswa kanak-kanak. Namun demikian, siswa yang lebih besar dapat diminta untuk melakukan sesuatu selama mendengarkan cerita, misalnya menggambar sesuatu yang ada dalam cerita, atau diminta membuat cerita dari rangkaian gambar atau kartun.
Ada dua kegiatan yang dapat dilakukan guru dengan cerita, yaitu menceritakan cerita dan membacakan cerita. Dalam menceritakan cerita, guru tidak membawa buku dan tidak terpaku pada cerita yang akan diceritakan. Guru dapat mengapresiasi cerita yang sedang diceritakannya itu dengan sedikit mengubah atau menyesuaikan bahasanya dengan tingkatan anak-anak. Dalam membaca cerita, guru membaca cerita dari buku dengan suara yang keras. Untuk keperluan ini sebaiknya guru menggunakan buku besar yang dapat dilihat dengan jelas oleh semua siswa. Kegiatan dalam kelas cerita ini dapat bervariasi sesuai dengan umur siswa. Siswa yang lebih kecil dapat diminta untuk “mendengarkan dan melakukan” (al-istima’ wal ‘amal), “mendengarkan dan menirukan” (al-istima’ wattardid), atau “memantomimkan” (at-taqlid/at-tahrij).
Di sisi lain, siswa yang lebih besar dapat diminta untuk melakukan kegiatan yang lebih kompleks seperti “mendengarkan dan menggambarkan route” (al-istima’ wa rasmuththariq), “melihat dan menceritakan cerita” (al-musyahadah wal hikayah), atau “mendramatisasikan cerita” (at-tamtsil).
Agar pembelajaran dengan menggunakan cerita dapat berjalan dengan baik, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru, yaitu: (1) guru hendaknya menyiapkan kerangka cerita, (2) guru menyajikan cerita dengan suara yang keras dan jelas, (3) guru hendaknya menggunakan ekspresi, mimik, gerakan, dan isyarat, (4) guru hendaknya menggunakan kontak pandang dengan siswa, (5) guru perlu menyiapkan siswa untuk mendengarkan cerita dengan mengemukakan beberapa pertanyaan pancingan, dan (6) guru hendaknya selalu memperhatikan waktu.
Permainan (Al-la’b)
Anak-anak pada umumnya memiliki permainan favorit yang sering mereka lakukan. Karena pada dasarnya dunia anak adalah dunia bermain. Guru dapat memanfaatkan permainan mereka itu dalam pembelajaran ALA. Beberapa permainan dapat dilakukan di dalam kelas, ada juga yang lebih baik dilakukan di luar. Adalah tugas guru untuk memilih permainan yang sesuai dengan anak-anak dan lingkungan.
Akan tetapi perlu diingat oleh guru bahwa permaian yang dilakukan dalam pembelajaran ALA ini bukanlah tujuan utama, akan tetapi sebagai salah satu cara untuk mencapai tujuan pembelajaran yaitu pemerolehan bahasa Arab.
Ada beberapa hal yang sebaiknya dilakukan dan tidak dilakukan oleh guru dalam memilih dan mengembangkan permainan untuk kelas ALA, yaitu: (1) guru hendaknya memilih permainan yang dapat mendorong siswa untuk menggunakan bahasa Arab, (2) guru hendaknya memilih permainan yang dapat melibatkan seluruh kelas, (3) guru dapat menggunakan permainan sebagai selingan, atau pancingan, (4) guru hendaknya tidak memilih permainan yang dapat mendorong siswa bersikap agresif, dan (5) guru sebaiknya tidak menggunakan permainan untuk jam pelajaran penuh (Anugerahwati, 2000).
Sebelum memulai permainan, guru perlu memperhatikan hal-hal berikut: (1) menginformasikan kepada siswa bahwa kelas akan melakukan permainan. Hal ini perlu agar mereka siap secara fisik dan mental untuk bermain, (2) mengelompokkan siswa sesuai dengan kebutuhan permainan, (3) menjelaskan aturan permainan sejelas mungkin, dan yakin bahwa setiap siswa sudah memahami aturan tersebut, (4) melatih siswa mengenai aspek-aspek kebahasaan yang akan disajikan dalam permainan, dan (5) memberikan contoh permainan sehingga siswa mengetahui dengan baik bagaimana permainan itu harus dilakukan.
SIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran ALA sangatlah strategis bagi pengembangan bahasa Arab secara umum di Indonesia, terutama karena besarnya jumlah lembaga pendidikan tingkat dasar, baik formal maupun non-formal.
Agar pembelajaran ALA dapat berjalan effektif dan effisien, diperlukan pemahaman yang baik oleh guru mengenai berbagai aspek pembelajaran ALA seperti strategi pembelajaran, pemilihan dan pengembangan materi, metode dan teknik, media, dan evaluasi.
Disamping itu, guru juga perlu mengetahui dengan baik karakteristik anak sebagai siswa. Karakteristik siswa tersebut misalnya, siswa (1) masih belajar dan senang berbicara tentang lingkungan mereka, (2) senang bermain, (3) senang mempraktekkan sesuatu yang baru diketahui/dipelajarinya, (4) cenderung senang bertanya, (5) cenderung senang mendapatkan pengharagaan, dan (6) cenderung mau melakukan sesuatu karena dorongan dari luar.
Di antara teknik pembelajaran yang relevan dengan karakteristik anak tersebut adalah (1) lagu/nyanyian, (2) cerita/dongeng, dan (3) permainan. Untuk dapat menerapkan dengan benar ketiga teknik tersebut dalam pembelajaran ALA, guru dituntut untuk kreatif, tidak saja dalam penciptaan dan penggunaan strategi pembelajaran, tetapi juga dalam pemanfaatan berbagai macam permainan dalam pembelajaran ALA.
DAFTAR RUJUKAN
Ainin. 2002. Pemilihan Materi Pembelajaran Bahasa Arab untuk Anak-anak. Makalah
tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang.
Anugerahwati. 2000. Material Selection and Development: Games, Songs, and
Stories. Makalah tidak diterbitkan. Malang: State University of Malang.
Cooper, James M. 1979. The Teacher as Decision Maker. Classroom Taching Skills;
A Handbook. Massachsetts: D.C Heath ang Company
Dick, Walter dan Carey, Lou. 1985. The Systemic Design of Instruction. London:
Scott, Foresman and Company.
Effendy. 2001. Peta Pembelajaran Bahasa Aeab di Indonesia. Jurnal Bahasa dan Seni.
Malang: Fakultasa Sastra UM.
E. Suyanto. 2000. Background Knowledge on EYL: Polycy, curricullum, teacher and
Students’ Characteristics. Makalah tidak diterbitkan. Malang Universitas
Negeri Malang
Muhaiban .2002. Pembelajaran Bahasa Arab untuk Anak. Makalah Tidak diterbitkan.
Malang: Fakultas sastra UM.
Rachmayanti. 2000. Maerial Selection and Development: Vocabulary, Structure, and
Text. Makalah tidak diterbitkan. Malang: State University of Malang.
Scott, Wendy A dan Ytreberg, Lisbeth H. 1990. Teaching English to Children. New
York: Longman
Lampiran:
Contoh Lagu
1ـ ا ب ج د
ا ب ج د هـ و ز
ح ط ي ك ل م ن
س ع ف ص ق ر ش
ت ث خ ذ ض ظ غ
عرفتُ ا ب ج د
رغم أني صغير
2ـ إذا أنت مسرور
إذا أنت سعيد صفِّق بيديك
إذا أنت سعيد صفِّق بيديك
إذا أنت سعيد وقلبك مسرور
إذا أنت سعيد صفِّق بيديك
إذا أنت سعيد طأطئ رأسك
إذا أنت سعيد طأطئ رأسك
إذا أنت سعيد وقلبك مسرور
إذا أنت سعيد طأطئ رأسك
إذا أنت سعيد دُس برجليك
إذا أنت سعيد دُس برجليك
إذا أنت سعيد وقلبك مسرور
إذا أنت سعيد دُس برجليك
3ـ الفأر
الفأر حيوان ضارّ قذر
حادّ الأسنان يتلف ما يصل
إليه من الطعام أو المتاع 2 X
القط هو عدو الفيران
الفأر دائما يخرج في الليل
Hal : Pemuatan Artikel Jurnal Malang, 15 Agustus 2002
Lampiran: 1 (satu) bendel dan 1 (satu) buah disket
Kepada : Yth. Ketua Penyunting
Jurnal Media Pendidikan
Fakultas Tarbiyah
IAIN Sunan Gunung Djati
di Bandung
Assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh
Kami sampaikan dengan hormat bahwa Jurusan Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang (UM) saat ini tengah mengembangkan
pembelajaran bahasa Arab untuk anak/Al-Arabiyyah lil Athfal (ALA) dengan menyelenggarakan berbagai lokakarya dan pelatihan untuk para guru dan dosen bahasa Arab.
Kami berfikir, agar manfaat pengembangan pembelajaran ALA ini dapat dirasakan oleh masyarakat secara luas, khususnya para pemerhati pendidikan bahasa Arab, maka sosialisasi perlu dilakukan.
Atas dasar pemikiran itulah maka kami kirimkan artikel tentang
pembelajaran ALA ini untuk dapat dimuat dalam jurnal Media Pendidikan
dalam rangka sosialisasi tersebut.
Bersama ini pula kami kirimkan disket yang berisi file artikel.
Sampai saat ini kami belum mengetahui “gaya selingkung” penulisan artikel yang dianut oleh Jurnal Media Pendidikan. Oleh karena itu, penulisan artikel ini masih mengikuti “gaya selingkung” Universitas Negeri Malang (UM).
Kami berharap artikel ini dapat dimuat pada edisi September 2002. Atas
perhatian dan dimuatnya artikel ini, kami ucapkan terima kasih
Salam kami,
Muhaiban.

PEMBELAJARAN BAHASA ARAB UNTUK ANAK
(AL-‘ARABIYYAH LIL ATHFAL /ALA)
Muhaiban
Abstrak: Salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan oleh guru dalam pembelajaran ALA adalah karakteristik siswa. Dalam pemilihan materi, metode, teknik, media, alat evaluasi, dan tempat pembelajaran, perlu diperhatikan karakteristik siswa, yaitu bahwa siswa (1) masih belajar dan senang berbicara tentang lingkungan mereka, (2) senang bermain, (3) senang mempraktekkan sesuatu yang baru diketahui/dipelajarinya, (4) cenderung senang bertanya, (5) cenderung senang mendapatkan penghargaan, dan (6) cenderung mau melakukan sesuatu karena dorongan dari luar.
Kata-kata kunci: Pembelajaran, Bahasa Arab, ALA
Pembelajaran bahasa Arab untuk anak atau Al-‘Arabiyyah Lil Athfal (ALA) dalam bentuk verbal yang bertujuan mengajarkan keterampilan membaca Al-Qur’an dan do’a-da’a serta bacaan-bacaan shalat telah lama berlangsung di Indonesia. Kegiatan pembelajaran bahasa Arab itu diperkirakan telah berlangsung sejak awal masuknya agama Islam ke Indonesia yaitu pada abad ke 12 (Muhaiban, 2002).
Pembelajaran ALA seperti itu dilaksanakan di rumah-rumah keluarga muslim, di masjid, mushalla, madrasah diniyah, atau di taman pendidikan Al-Qur’an (TPQ) (Effendy, 2001). Menurut statistik tahun 1990 (Dhofier, 1994 dalam Effendy, 2001) jumlah madrasah diniyah saja di Indonesia mencapai 16.680 dengan 2.479.572 santri. Sedangkan jumlah TPQ yang diperkirakan lebih banyak belum ada data resminya.
Jumlah lembaga pendidikan dasar yang sangat besar tersebut merupakan modal bagi pengembangan pembelajaran ALA pada saat ini dan pada masa-masa mendatang. Pengembangan yang perlu dilakukan terutama menyangkut tujuan, metode, dan strategi pembelajaran.
Selama ini tujuan pembelajaran ALA sebagaimana tersebut di atas adalah untuk mengajarkan keterampilan membaca Al-Qur’an dan menulis huruf Arab dalam lingkup terbatas. Sedangkan metode yang dipakai adalah metode hapalan. Untuk pengenalan huruf Arab dipakai metode eja atau thariqah hajaiyyah. Pada tahun
Muhaiban adalah dosen pada Jurusan Sastra Arab, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang
delapan puluhan dikembangkan metode baru yang berbasis pengenalan bunyi yang dikenal dengan thariqah shautiyyah tahliliyyah tarkibiyyah (Effendy, 2001).
Pada saat ini terdapat sejumlah madrasah ibtidaiyyah dan TPQ yang berupaya mengembangkan ALA tersebut. Pengembangan diarahkan pada pembelajaran kemampuan dasar bahasa Arab.
Pembelajaran ALA menduduki tempat yang strategis dalam konteks pembelajaran bahasa Arab secara umum di Indonesia. Di samping karena jumlah lembaga pendidikan dasar -baik formal maupun non-formal- sangat besar, juga karena anak-anak pada usia pendidikan dasar tersebut pada dasarnya cenderung mudah belajar bahasa terutama yang terkait dengan oral skill.
Permasalahan muncul karena guru kelas pada pendidikan dasar ini umumnya tidak disiapkan untuk mengajar ALA. Di antara mereka memang ada yang memiliki latar belakang pendidikan bahasa Arab, akan tetapi tidak secara khusus disiapkan sebagai guru ALA.
Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan pembelajaran ALA bagi guru-guru bahasa Arab. Pengetahuan praktis tentang pemilihan materi, strategi, dan media pembelajaran ALA mungkin akan membantu para guru dalam mengatasi permasalahan pembelajaran ALA baik di lembaga pendidikan formal maupun non-formal.
Artikel ini akan memaparkan secara garis besar strategi yang mungkin dapat ditempuh oleh para guru bahasa Arab dalam pembelajaran ALA.
KURIKULUM ALA
Pembelajaran bahasa Arab untuk pendidikan tingkat dasar, utamanya di Madrasah Ibtidaiyah, selama ini mengacu kepada Kurikulum Madrasah Ibtidaiyah Tahun 1994. Dalam kurikulum tersebut bahasa Arab disajikan mulai kelas 4. Sebagai perbandingan, untuk Sekolah Dasar, bahasa asing tidak secara jelas disebutkan dalam kurikulum. Dalam surat keputusan Mendiknas No. 0487/4/1992 Bab VIII disebutkan bahwa sekolah dasar dapat memasukkan pelajaran tambahan dalam kurikulumnya sepanjang tidak bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional. Berkenaan dengan kebijakan tersebut terbit surat keputusan lain No. 060/U/1993 yang menyatakan bahwa bahasa Inggris dapat dikenalkan kepada siswa kelas 4 sekolah dasar.
Untuk mendukung kebijakan mengenai pembelajaran bahasa asing di tingkat dasar tersebut beberapa daerah telah memasukkan bahasa Inggris ke dalam muatan lokal. Sebagai contoh Depdiknas Jawa Timur telah mengesahkan kurikulum lokal bahasa Inggris dengan surat keputusan No. 172/104/4/94/SK. Dalam kurikulum muatan lokal tersebut antara lain disebutkan bahwa setelah menyelesaikan pendidikan dasar, siswa diharapkan dapat menguasai bahasa Inggris sederhana yang melipui 500 kosa kata. Kurikulum lokal tersebut memuat tujuan pembelajaran, materi, metodologi, dan evaluasi (E. Suyanto, 2000).
KARAKTERISTIK GURU DAN SISWA
Peran guru dalam pembelajaran sangatlah penting, terlebih lagi pada pendidikan tingkat dasar. Guru sebagai bagian penting dari proses pembelajaran memiliki fungsi perencanaan (at-takhthith), implemantasi (at-tanfidz), dan evaluasi (at-taqwim) (Cooper, 1979).
Ketiga fungsi tersebut harus dapat dijalankan oleh setiap guru termasuk guru dalam pembelajaran ALA. Menurut pengamatan, para guru ALA di taman kanak-kanak (TKQ/TPQ) dan sekolah dasar (SDI/MI) umumnya tidak memiliki latar belakang pendidikan bahasa Arab. Hanya sedikit di antara mereka pernah mengikuti pelatihan tentang pembelajaran bahasa Arab untuk anak.
Akhir-akhir ini perhatian masyarakat terhadap pembelajaran bahasa asing untuk anak semakin besar. Khususnya bahasa Inggris dan Arab. Hal itu diikuti pula oleh upaya-upaya pengembangan pembelajaran yang dilakukan oleh para ahli dan guru-guru bahasa.
Kenyataan tersebut memberi dampak positif pada profesi pembelajaran bahasa asing untuk anak. Dalam konteks ALA, itu berarti bahwa guru ALA dituntut memiliki keterampilan khusus (profesional) untuk mengajarkan bahasa Arab pada siswa taman kanak-kanak dan sekolah dasar. Di samping memiliki kemampuan bahasa Arab yang baik, guru ALA hendaknya juga memiliki sifat dan sikap aktif, kreatif, menyenangkan, dan terbuka. Philip (1995, dalam E. Suyanto, 2000) menyatakan bahwa membantu siswa untuk belajar dan berkembang itu lebih penting dari pada sekedar mengajarkan bahasa. Itu berarti bahwa apabila kegiatan atau aktivitas yang dilakukan siswa itu menyenangkan, akan berkesan dan mudah diingat oleh siswa.
Beberapa karakteristik tersebut menjadi semakin penting untuk dimiliki oleh guru ALA karena siswa yang akan mereka hadapi dalam pembelajaran juga memiliki karakteristik khusus sebagai anak-anak yang perlu dihadapi dengan strategi khusus pula oleh guru.
Pemelajar anak-anak umumnya masih belajar tentang lingkungan mereka. Mereka gemar berbicara tentang diri mereka sendiri, orang tua (bapak/ibu), mainan, dan teman bermain. Mereka senang berlari-lari kesana kemari dan senang belajar sesuatu dengan cara langsung mempraktekkannya seperti bernyanyi, bermain, mewarnai, dan menggunting gambar. Anak-anak cenderung senang bertanya. Hal itu karena secara sosial, mereka perlu mengembangkan serangkaian karakteristik yang memungkinkan mereka untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat mereka berada (E. Suyanto, 200)
Scott dan Ytreberg (1990) mengemukakan beberapa karakeristik anak. Menurutnya, anak-anak (1) dapat mengutarakan sesuatau yang akan mereka kerjakan, (2) dapat mengutarakan sesuatu yang telah mereka kerjakan dan mereka dengar, (3) belajar sambil bekerja (learning by doing), (4) dapat berargumentasi, dan (5) dapat menggunakan pola-pola intonasi bahasa ibu.
Sementara itu Furaidah (dalam Ainin 1999) mengemukakan beberapa karakterisik anak sebagai pemelajar bahasa. Menurutnya, anak-anak (1) memiliki kecenderungan suka bermain dan bersenang-senang, (2) memahami hal-hal di sekitarnya secara holistik (utuh) tidak secara analitik, (3) belajar bahasa melewati suatu masa yang disebut dengan periode bisu (fatrotush shumti). Artinya, pada awal belajar bahasa, anak-anak hanya dapat mendengar, belum dapat berbicara; (4) cenderung belajar bahasa melalui pemerolehan (iktisab), yaitu suatu pengembangan kemampuan berbahasa secara alamaiah, bukan mempelajari bahasa secara formal dengan mengkaji aturan-aturan bahasa (Krashen, 1985); dan (5) pada usia sekolah dasar pada umumnya berada pada taraf berpikir secara konkret.
Agar pembelajaran ALA dapat berjalan dengan baik dan mencapai tujuan yang telah dicanangkan, profesionalisme guru ALA yang diwujudkan dengan pemenuhan kriteria-kriteria tersebut sangat diperlukan. Sehingga karakteristik siswa seperti disebutkan di atas tidak akan menjadi kendala pembelajaran bagi guru, tetapi sebaliknya justru akan menjadi pendorong tercapainya tujuan pembelajaran.
PRINSIP DASAR PEMBELAJARAN ALA
Salah satu prinsip umum pembelajaran adalah bahwa pembelajaran hendaknya dilaksanakan dengan mempertimbangkan karakteristik individual siswa yang menyangkut perkembangan emosional, perkembangan intelektual, kondisi sosial, dan lingkungan budaya.
Pada dasarnya pembelajaran ALA juga harus berpijak pada prinsip-prinsip umum tersebut. Di samping itu, ada prinsip-prinsip dasar yang perlu diperhatikan sesuai dengan karakteristik anak. Para ahli pembelajaran bahasa untuk anak, di antaranya Scott, Lee, dan Borridge (dalam Rachmayanti, 2000) mengemukakan beberapa prinsip pembelajaran yang harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut. Pertama, berpijak pada dunia anak. Dunia anak berkisar pada keluarga, rumah, sekolah, mainan, dan teman bermain. Kedua, berangkat dari sesuatu yang sudah diketahui dan dekat dengan atau mudah dijangkau oleh siswa ke sesuatu yang belum diketahui atau jauh dari jangkauan mereka. Misalnya dari lingkungan rumah ke lingkungan luar rumah, dilanjutkan ke lingkungan teman sejawat, kemudian ke lingkungan sekolah. Ketiga, pembelajaran dikaitkan dengan hal-hal yang menjadi interes anak Keempat, pokok-pokok pembelajaran yang disajikan berangkat dari pengetahuan yang telah dimiliki siswa, dengan menggunakan bahasa Arab sederhana. Kelima, tugas-tugas diorientasikan kepada aktifitas atau kegiatan. Keenam, bahan pembelajaran merupakan kombinasi antara sesuatu yang bersifat fiksi dan non-fiksi/konkrit. Ketujuh, materi diorentasikan kepada pelaksanaan silabus dan pengembangan dua komponen bahasa (kosa kata dan struktur) dan empat keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) Kedelapan, budaya nasional dan asing dikenalkan secara bertahap. Kesembilan, pokok-pokok pembelajaran dan tugas-tugas hendaknya disesuaikan dengan usia pembelajar
STRATEGI PEMBELAJARAN ALA
Untuk memilih dan menentukan strategi pembelajaran ALA, guru hendaknya terlebih dahulu memahami dengan baik prinsip-prinsip pembelajaran ALA dan karakteristik siswa yang akan diajar. Karakteristik siswa tersebut antara lain seperti yang telah disebutkan terdahulu, misalnya siswa (1) masih belajar dan senang berbicara tentang lingkungan mereka, (2) senang bermain, (3) senang mempraktekkan sesuatu yang baru diketahui/dipelajarinya, (4) cenderung senang bertanya, (5) cenderung senang mendapatkan penghargaan, dan (6) cenderung mau melakukan sesuatu karena dorongan dari luar.
Berdasarkan beberapa karakteristik tersebut, guru dapat memilih strategi pembelajaran ALA yang sesuai. Salah satu karakteristik siswa adalah bahwa pengetahuan mereka masih terbatas pada lingkungan hidup mereka sehari-hari. Berdasarkan hal tersebut maka materi pelajaran sebaiknya dipilihkan hal-hal yang terkait dengan lingkungan mereka. Misalnya tentang diri mereka sendiri, orang tua (bapak/ibu), saudara kandung, rumah dan isinya, binatang piaraan, mainan, lingkungan sekolah, dan teman bermain.
Di samping itu, ada pertimbangan lain yang perlu diperhatikan oleh guru dalam memilih materi sebagaimana dikemukakan oleh Dick dan Carey (1985), antara lain apakah materi pembelajaran (1) cukup menarik, (2) isinya relevan, (3) urutannya tepat, (4) mengandung informasi yang dibutuhkan oleh siswa, (5) berisi soal latihan, dan (6) berisi jawaban untuk latihan yang diberikan.
Asy-Sya’ban (dalam Ainin, 2002) mengemukakan beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh guru dalam pemilihan materi, yaitu materi pembelajaran dimulai (1) dari hal yang diketahui oleh siswa ke hal yang belum diketahui, (2) dari yang paling mudah ke yang paling sulit, (3) dari yang paling sederhana ke yang paling kompleks, (4) dari yang kongkrit ke yang abstrak, dan (5) dari yang praktis ke yang teoritis.
Di muka telah disebutkan bahwa salah satu karakteristik siswa usia kanak-kanak adalah bahwa mereka senang bertanya. Hal tersebut perlu dijadikan pertimbangan oleh guru dalam memilih strategi pembelajaran. Dalam memulai kegiatan pembelajaran misalnya, guru dapat merangsang lahirnya keingintahuan siswa. Dengan demikian akan timbul pertanyaan atau komentar dari siswa yang mengarah pada substansi materi. Dengan lahirnya pertanyaan dari siswa tersebut sangat memungkinkan terjadinya interaksi dan kuminaksi multi arah.
Untuk memotivasi agar siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan baik, guru dapat melakukan variasi. Variasi ini bisa dilakuan dari segi materi, metode/teknik, media, dan tempat. Motivasi juga bisa diberikan kepada siswa dalam bentuk hadiah berupa pujian, nasihat/himbauan, nyanyian, barang, dan pemaparan hasil karya.
Dalam memilih metode atau teknik pembelajaran ALA, guru juga perlu melihat salah satu karakteristik yang menonjol pada anak, yaitu bahwa mereka senang bermain. Melihat karakteristik seperti itu, maka metode yang relevan untuk pembelajaran ALA adalah metode bermain dengan berbagai tekniknya. Bermain sambil belajar dan belajar sambil bermain mungkin lebih relevan bagi mereka karena pada dasarnya mereka cenderung menyukai aktifitas. Guru hendaknya dapat mengemas aktifitas tersebut dalam permainan dan sekaligus pembelajaran. Beberapa bentuk permainan yang dapat dilakukan dalam pembelajaran ALA misalnya (1) lagu (al-qashidah/alghina’), (2) cerita (al-qishshah), dan (3) permainan (al-la’b). Ketiga bentuk permainan tersebut akan dikemukakan secara garis besar dalam artikel ini.
Lagu/Nyanyian (Al-Qashidah/Al-Ghina’)
Anak-anak dalam berbagai umur pada dasarnya senang mendengarkan, menyanyikan, dan belajar dengan nyanyian/lagu. Oleh karena itu, musik secara umum merupakan bagian penting dari proses belajar-mengajar bagi siswa kanak-kanak. Hampir semua bentuk nyanyian –dari yang tradisional sampai dengan yang pop- dapat dimanfaatkan oleh guru dalam pembelajaran. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa guru hendaknya dapat memilih/menyeleksi –atau menciptakan- lagu yang dapat digunakan, baik untuk menyanyi bersama maupun untuk menyanyi sambil melakukan kegiatan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih lagu untuk pembelajaran ALA antara lain (1) syair atau kata-kata dalam lagu hendaknya jelas, (2) bahasa yang digunakan dalam lagu tersebut tidak terlalu sulit, (3) tema lagu dipilih yang sesuai dengan dunia anak, (4) lagu tidak terlalu panjang, dan (5) lagu diupayakan memiliki keterkaitan dengan materi yang diajarkan (Anugerahwati, 2000). Beberapa contoh lagu dapat dilihat pada bagian akhir artikel ini.
Di antara tujuan penggunaan lagu untuk pembelajaran ALA di dalam kelas adalah untuk (1) membuat kaitan antara kegiatan dan obyek/benda dengan kata-kata, (2) meresapkan bunyi-bunyi bahasa Arab, (3) mengembangkan kepekaan ritme, dan (4) menghafal kosakata tertentu.
Cerita (Al-Qishshah)
Seperti halnya lagu, cerita juga merupakan hal penting dalam pembelajaran ALA. Mendengarkan cerita yang dibacakan atau diceritakan oleh guru merupakan kegiatan yang disenangi oleh siswa kanak-kanak. Namun demikian, siswa yang lebih besar dapat diminta untuk melakukan sesuatu selama mendengarkan cerita, misalnya menggambar sesuatu yang ada dalam cerita, atau diminta membuat cerita dari rangkaian gambar atau kartun.
Ada dua kegiatan yang dapat dilakukan guru dengan cerita, yaitu menceritakan cerita dan membacakan cerita. Dalam menceritakan cerita, guru tidak membawa buku dan tidak terpaku pada cerita yang akan diceritakan. Guru dapat mengapresiasi cerita yang sedang diceritakannya itu dengan sedikit mengubah atau menyesuaikan bahasanya dengan tingkatan anak-anak. Dalam membaca cerita, guru membaca cerita dari buku dengan suara yang keras. Untuk keperluan ini sebaiknya guru menggunakan buku besar yang dapat dilihat dengan jelas oleh semua siswa. Kegiatan dalam kelas cerita ini dapat bervariasi sesuai dengan umur siswa. Siswa yang lebih kecil dapat diminta untuk “mendengarkan dan melakukan” (al-istima’ wal ‘amal), “mendengarkan dan menirukan” (al-istima’ wattardid), atau “memantomimkan” (at-taqlid/at-tahrij).
Di sisi lain, siswa yang lebih besar dapat diminta untuk melakukan kegiatan yang lebih kompleks seperti “mendengarkan dan menggambarkan route” (al-istima’ wa rasmuththariq), “melihat dan menceritakan cerita” (al-musyahadah wal hikayah), atau “mendramatisasikan cerita” (at-tamtsil).
Agar pembelajaran dengan menggunakan cerita dapat berjalan dengan baik, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru, yaitu: (1) guru hendaknya menyiapkan kerangka cerita, (2) guru menyajikan cerita dengan suara yang keras dan jelas, (3) guru hendaknya menggunakan ekspresi, mimik, gerakan, dan isyarat, (4) guru hendaknya menggunakan kontak pandang dengan siswa, (5) guru perlu menyiapkan siswa untuk mendengarkan cerita dengan mengemukakan beberapa pertanyaan pancingan, dan (6) guru hendaknya selalu memperhatikan waktu.
Permainan (Al-la’b)
Anak-anak pada umumnya memiliki permainan favorit yang sering mereka lakukan. Karena pada dasarnya dunia anak adalah dunia bermain. Guru dapat memanfaatkan permainan mereka itu dalam pembelajaran ALA. Beberapa permainan dapat dilakukan di dalam kelas, ada juga yang lebih baik dilakukan di luar. Adalah tugas guru untuk memilih permainan yang sesuai dengan anak-anak dan lingkungan.
Akan tetapi perlu diingat oleh guru bahwa permaian yang dilakukan dalam pembelajaran ALA ini bukanlah tujuan utama, akan tetapi sebagai salah satu cara untuk mencapai tujuan pembelajaran yaitu pemerolehan bahasa Arab.
Ada beberapa hal yang sebaiknya dilakukan dan tidak dilakukan oleh guru dalam memilih dan mengembangkan permainan untuk kelas ALA, yaitu: (1) guru hendaknya memilih permainan yang dapat mendorong siswa untuk menggunakan bahasa Arab, (2) guru hendaknya memilih permainan yang dapat melibatkan seluruh kelas, (3) guru dapat menggunakan permainan sebagai selingan, atau pancingan, (4) guru hendaknya tidak memilih permainan yang dapat mendorong siswa bersikap agresif, dan (5) guru sebaiknya tidak menggunakan permainan untuk jam pelajaran penuh (Anugerahwati, 2000).
Sebelum memulai permainan, guru perlu memperhatikan hal-hal berikut: (1) menginformasikan kepada siswa bahwa kelas akan melakukan permainan. Hal ini perlu agar mereka siap secara fisik dan mental untuk bermain, (2) mengelompokkan siswa sesuai dengan kebutuhan permainan, (3) menjelaskan aturan permainan sejelas mungkin, dan yakin bahwa setiap siswa sudah memahami aturan tersebut, (4) melatih siswa mengenai aspek-aspek kebahasaan yang akan disajikan dalam permainan, dan (5) memberikan contoh permainan sehingga siswa mengetahui dengan baik bagaimana permainan itu harus dilakukan.
SIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran ALA sangatlah strategis bagi pengembangan bahasa Arab secara umum di Indonesia, terutama karena besarnya jumlah lembaga pendidikan tingkat dasar, baik formal maupun non-formal.
Agar pembelajaran ALA dapat berjalan effektif dan effisien, diperlukan pemahaman yang baik oleh guru mengenai berbagai aspek pembelajaran ALA seperti strategi pembelajaran, pemilihan dan pengembangan materi, metode dan teknik, media, dan evaluasi.
Disamping itu, guru juga perlu mengetahui dengan baik karakteristik anak sebagai siswa. Karakteristik siswa tersebut misalnya, siswa (1) masih belajar dan senang berbicara tentang lingkungan mereka, (2) senang bermain, (3) senang mempraktekkan sesuatu yang baru diketahui/dipelajarinya, (4) cenderung senang bertanya, (5) cenderung senang mendapatkan pengharagaan, dan (6) cenderung mau melakukan sesuatu karena dorongan dari luar.
Di antara teknik pembelajaran yang relevan dengan karakteristik anak tersebut adalah (1) lagu/nyanyian, (2) cerita/dongeng, dan (3) permainan. Untuk dapat menerapkan dengan benar ketiga teknik tersebut dalam pembelajaran ALA, guru dituntut untuk kreatif, tidak saja dalam penciptaan dan penggunaan strategi pembelajaran, tetapi juga dalam pemanfaatan berbagai macam permainan dalam pembelajaran ALA.
DAFTAR RUJUKAN
Ainin. 2002. Pemilihan Materi Pembelajaran Bahasa Arab untuk Anak-anak. Makalah
tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang.
Anugerahwati. 2000. Material Selection and Development: Games, Songs, and
Stories. Makalah tidak diterbitkan. Malang: State University of Malang.
Cooper, James M. 1979. The Teacher as Decision Maker. Classroom Taching Skills;
A Handbook. Massachsetts: D.C Heath ang Company
Dick, Walter dan Carey, Lou. 1985. The Systemic Design of Instruction. London:
Scott, Foresman and Company.
Effendy. 2001. Peta Pembelajaran Bahasa Aeab di Indonesia. Jurnal Bahasa dan Seni.
Malang: Fakultasa Sastra UM.
E. Suyanto. 2000. Background Knowledge on EYL: Polycy, curricullum, teacher and
Students’ Characteristics. Makalah tidak diterbitkan. Malang Universitas
Negeri Malang
Muhaiban .2002. Pembelajaran Bahasa Arab untuk Anak. Makalah Tidak diterbitkan.
Malang: Fakultas sastra UM.
Rachmayanti. 2000. Maerial Selection and Development: Vocabulary, Structure, and
Text. Makalah tidak diterbitkan. Malang: State University of Malang.
Scott, Wendy A dan Ytreberg, Lisbeth H. 1990. Teaching English to Children. New
York: Longman
Lampiran:
Contoh Lagu
1ـ ا ب ج د
ا ب ج د هـ و ز
ح ط ي ك ل م ن
س ع ف ص ق ر ش
ت ث خ ذ ض ظ غ
عرفتُ ا ب ج د
رغم أني صغير
2ـ إذا أنت مسرور
إذا أنت سعيد صفِّق بيديك
إذا أنت سعيد صفِّق بيديك
إذا أنت سعيد وقلبك مسرور
إذا أنت سعيد صفِّق بيديك
إذا أنت سعيد طأطئ رأسك
إذا أنت سعيد طأطئ رأسك
إذا أنت سعيد وقلبك مسرور
إذا أنت سعيد طأطئ رأسك
إذا أنت سعيد دُس برجليك
إذا أنت سعيد دُس برجليك
إذا أنت سعيد وقلبك مسرور
إذا أنت سعيد دُس برجليك
3ـ الفأر
الفأر حيوان ضارّ قذر
حادّ الأسنان يتلف ما يصل
إليه من الطعام أو المتاع 2 X
القط هو عدو الفيران
الفأر دائما يخرج في الليل
Hal : Pemuatan Artikel Jurnal Malang, 15 Agustus 2002
Lampiran: 1 (satu) bendel dan 1 (satu) buah disket
Kepada : Yth. Ketua Penyunting
Jurnal Media Pendidikan
Fakultas Tarbiyah
IAIN Sunan Gunung Djati
di Bandung
Assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh
Kami sampaikan dengan hormat bahwa Jurusan Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang (UM) saat ini tengah mengembangkan
pembelajaran bahasa Arab untuk anak/Al-Arabiyyah lil Athfal (ALA) dengan menyelenggarakan berbagai lokakarya dan pelatihan untuk para guru dan dosen bahasa Arab.
Kami berfikir, agar manfaat pengembangan pembelajaran ALA ini dapat dirasakan oleh masyarakat secara luas, khususnya para pemerhati pendidikan bahasa Arab, maka sosialisasi perlu dilakukan.
Atas dasar pemikiran itulah maka kami kirimkan artikel tentang
pembelajaran ALA ini untuk dapat dimuat dalam jurnal Media Pendidikan
dalam rangka sosialisasi tersebut.
Bersama ini pula kami kirimkan disket yang berisi file artikel.
Sampai saat ini kami belum mengetahui “gaya selingkung” penulisan artikel yang dianut oleh Jurnal Media Pendidikan. Oleh karena itu, penulisan artikel ini masih mengikuti “gaya selingkung” Universitas Negeri Malang (UM).
Kami berharap artikel ini dapat dimuat pada edisi September 2002. Atas
perhatian dan dimuatnya artikel ini, kami ucapkan terima kasih
Salam kami,
Muhaiban.